Mulai hari ini keluarga Kaela akan mulai disibukkan dengan persiapan pernikahan. Minggu lalu keluarga inti sudah mulai melakukan pemesanan pakaian yang rencananya hari ini Anne dan Raida akan melakukan fitting pertama dari model kebaya yang mereka minta jahitkan. Barang-barang untuk souvenir pun sudah mulai berdatangan sejak kemarin dan akan mulai dibungkus satu per satu dengan menyelipkan kartu ucapan terima kasih. Surat undangan pun katanya akan tiba besok dari percetakan, dan Jero akan membantu menuliskan nama-nama orang yang sudah Anne persiapkan daftarnya.
"Yang ini wangi banget," komentar Jero dengan menyodorkan lilin aromaterapi yang akan dijadikan souvenir ke hidung Raida untuk perempuan itu hirup aromanya.
"Manis," sahut Raida.
"Iya, tapi nggak yang nyegrak gitu. Kalau udah dibakar lebih enak lagi kayaknya."
"Kak Jero mau?" tanya perempuan itu. "Ambil aja."
Jero terkekeh. "Udah dihitung ini kayaknya, nanti kalau gue ambil bakal kurang."
"Nggak apa-apa. Ela nggak akan tahu kok. Lagian itu banyak, kan?"
"Nggak usah, nggak apa-apa. Di kontrakan jarang mati lampu kok."
"Lilin aromaterapi bukan dinyalain pas mati lampu doang, Kak Jero. Tapi coba dinyalain pas mau tidur, itu enak banget, bikin tenang."
Jero mendengus. Ia mengusap rambut Raida, meletakkan kembali lilin aromaterapi itu ke tempatnya.
Selain lilin aromaterapi, ada juga gelas kaca dengan ukiran nama Askar dan Kaela serta gambar orang menikah, serta cermin kecil yang tak terlalu banyak dibandingkan jumlah lilin dan gelas karena katanya cermin itu sebagai barang tambahan saja, jaga-jaga kalau lilin dan gelas sudah habis tapi tamu masih terus berdatangan, mereka bisa memberi cermin sebagai souvenir.
"Ayo, Jer. Nanti kita mampir studio dulu bentar, ya." Anne turun dari tangga dengan pakaian yang sudah rapi, mereka akan pergi untuk melakukan fitting baju.
Ia kemudian menghampiri Raida, menuntun perempuan itu sampai ke mobil.
"Jero, Ela udah bilang belum sama kamu?" Anne memulai percakapan saat mereka sudah ada di dalam mobil.
"Iya, Tante? Bilang apa?"
"Oh, belum berarti, ya. Tante pengin kamu jadi MC nikahannya dia nanti."
Jero agak berjengit. "Saya, Tante?"
"Iya. Ela juga udah setuju kok. Niatnya dia mau pakai temen SMA-nya dulu yang emang sekarang udah sering wara-wiri nge-MC di acara-acara gitu. Terus Tante mikir, daripada jauh-jauh nyuruh orang lain, mending kamu aja. Untungnya, dia juga belum ngontak temennya. Gimana, Jero? Kamu udah pernah jadi MC belum?"
"Jadi MC sih udah pernah, Tante. Dulu pas kuliah lumayan sering. Tapi kalau MC nikahan belum pernah." Jero meringis kecil.
"Ya udah, nggak apa-apa, itung-itung dapet pengalaman baru. Belajar aja dari YouTube, pasti banyak kok, yang penting kamu udah tahu dasarnya buat nge-MC. Suara kamu juga kan bagus."
"Mama suka sama suara Kak Jero pas lagi siaran," sahut Raida tiba-tiba, membuat Anne di kursi belakang agak terkejut.
"Oh, Tante suka dengerin saya siaran juga?"
Anne mendengus kemudian tersenyum malu. "Rara suka ngajakin denger bareng. Suara kamu emang bagus kok, sempet ragu itu kamu atau bukan, soalnya agak beda kalau di radio."
Jero tertawa. "Ada penyaringnya, Tante, jadi biar kedengeran lebih halus dan jelas. Tapi emang kalau buat siaran atau rekaman gitu tone-nya agak sedikit saya bedain," jelasnya. "Makasih udah dengerin siaran radio saya, Tante."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekspektasi Dua Sisi
Romance[SELESAI] Kesulitan membedakan kanan dan kiri itu merepotkan. Hanya bisa melihat kegelapan setiap detiknya itu sangat merepotkan.