Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sebelum gue menutup siaran malam hari ini, gue mau bacain satu email lagi—ini teksnya baru aja dikasih sama Mona, katanya bagus buat penutup." Jero melirik ke arah Mona yang berada di ruang seberang, tengah memperhatikannya lewat kaca besar pemisah antar ruang.
"Ini dikirim lewat email—demi kenyamanan bersama, tentu aja gue nggak akan ngasih tahu alamat email-nya. "Halo, Kak Jelio ..., kenalin aku Rapunzel," oh wow, apa kamu punya rambut panjang kayak Rapunzel? "udah lama banget dari pertama kali aku dengerin Suara Jakarta. Awalnya aku nggak suka dengerin radio, tapi karena satu dan banyak hal lainnya, aku jadi suka denger radio. Aku suka semua lagu yang diputer di radio, walaupun bukan genre-nya aku. Di hari aku yang kerasa begitu berat, ada satu waktu yang secara manjur ngangkat semua beban itu, yaitu waktu denger Suara Jakarta.
"Aku udah lama banget pengin ngirim surat begini sebenernya, cuma baru terlaksana sekarang karena malu dan bingung caranya. Kak Jelio, tahu apa yang paling aku suka dari dengerin radio selain selain karena lagu-lagunya? Bahwa dengan dengerin radio, dunia dengar aku yang gelap jadi terasa nggak begitu sepi. Setiap aku denger cerita-cerita yang Kak Jelio bacain dari pendengar Suara Jakarta, aku selalu ngerasain ada di sana juga, ngelihat apa yang terjadi di sana. Aku seneng bisa ngerasain hal itu.
"Kak Jelio dan Kak Mona, nanti di masa depan, kalau aku udah bisa melihat lagi ...."" Ada jeda panjang yang terjadi di tengah-tengah pembacaan isi email tersebut, Jero bahkan sampai mendongak untuk melirik ke arah Mona dan Opang yang memang mengatur serta memantau jalannya siaran.
Email tersebut diterima tim Suara Jakarta kemarin, dan yang membacanya pertama kali adalah Bu Tuti selaku manager utama Suara Jakarta saat sedang iseng membuka email untuk membaca masukan dan kritikan terhadap Suara Jakarta. Dan Mona yang menerima email tersebut dari Tuti kini tengah menutup mulutnya dengan kepalan sebelah tangan, matanya terlihat berkaca-kaca sedikit. Jero nyaris tidak melanjutkan bacaannya kalau saja Opang tidak memberi sinyal agar ia segera menyelesaikan naskah dan lagu terakhir bisa diputar.
""Kak Jelio dan Kak Mona, nanti di masa depan, kalau aku udah bisa melihat lagi,"" Jero mengulang kalimat itu, ""aku pengin ketemu sama kalian berdua. Mau bilang makasih karena satu tahun belakangan ini, setiap jam tujuh malem, aku nggak terlalu ngerasa kesepian. Banyak banget lagu yang aku denger yang awalnya aku nggak pernah denger sama sekali, banyak juga cerita seru yang terkadang haru yang bisa aku denger. Sekali lagi, makasih."" Jero menyelesaikan isi email tersebut, ia menaruh kertas naskahnya dan mengembuskan napas panjang.
"Wah .... Sebentar, ya ... gue beneran kehilangan kata-kata buat nanggapin isi email barusan. Mona nangis, betewe." Jero terkekeh sumbang. "Tapi serius, buat Rapunzel yang semoga lagi dengerin siaran malem ini sampai detik ini, gue nggak punya kata-kata lain selain terima kasih karena udah dengerin Suara Jakarta. Gue, Mona, dan seluruh tim Suara Jakarta beneran seneng karena udah bisa jadi salah satu yang bikin sedikit waktu di hari Rapunzel jadi agak berisik dan berwarna.