.
.
.
"Gimana?"
Sanya meminta penjelasan atas sepotong kalimat yang dilontarkan oleh gadis cantik didepannya ini. Tentunya setelah menenangkan kerongkongannya yang rasanya seperti terbakar karena tersedak kuah seblak.
"Kak Satya, dia bilang dia kena karma. Dia jadi suka beneran sama kak Sano." Sorot mata Windi benar-benar seperti seseorang yang putus harapan. "Aku harus gimana, Mbak? Kalo saingannya cewek, aku masih bisa ngejar kak Satya karena aku bisa bikin diriku lebih cantik. Tapi? Sainganku kak Sano, aku bisa apa?"
Hmm, benar juga.
"Emang Sano masih keliatan cantik ya?" gumam Sanya.
"Jujur aja nih, Satya pernah juga dateng ke rumah Mbak. Waktu itu malah Mbak lagi hamil lima bulan, tapi dia tetep kukuh bilang suka sama Sano. Setelah itu Mbak jadi overthinking parah."
Jadi bingung.
"Maaf Windi, untuk ini, Mbak juga gak bisa nolongin. Tapi, Mbak yakin, insyaallah Satya bisa balik jadi normal lagi. Mbak juga yakin, kamu bisa ngerubah Satya!" kata Sanya sambil menepuk pundak Windi, memberi semangat.
"Makasih Mbak doanya, makasih juga udah mau dengerin aku cerita. Maaf karena gak dateng ke pernikahan kalian. Semenjak kalian kencan di kafe waktu itu, ketakutan ku bukan lagi cewek centil diluaran sana. Tapi pandangan kak Satya terhadap kak Sano. Dan sekarang ketakutan ku terbukti." Windi mengusap air matanya yang menetes kembali.
"Hm, pokoknya pasti ada jalan keluarnya. Semangat, Windi! Kamu jangan nyerah buat bujuk Satya!" Sanya mengambil kunci motornya yang tergeletak disamping mangkok seblaknya. "Mbak balik dulu ya! Kalo ada apa-apa, chat aja nomer yang barusan tak kasih. Aku fast respon kok. Dadah!"
Sanya barusan di chat oleh suaminya bahwa putrinya sudah di jemput oleh Ben, dan sekarang sedang diajak oleh Ben bermain di taman kantor. Langsung saja dia gas ngueengg ke kantor HAIB.
Sesampainya di sana, Sanya tidak langsung menjemput putrinya karena dia lihat sedang asik main bersama Ben. Daripada ganggu, dia menghampiri suaminya terlebih dahulu.
Seolah tempat favorit, Sano sedang berada di kantin. Ditemani oleh se-cup es coklat, menghadap dengan fokus ke MacBook nya.
"Yang!" panggil Sanya begitu sampai di kantin.
"Oy!" sahut Sano tanpa mengalihkan fokusnya dari pekerjaannya. Sanya langsung duduk di samping Sano.
"Tau gak, Yang?" Sano menjawab dengan deheman. "Satya suka beneran sama kamu." Sano melirik sebentar ke muka istrinya, lalu menjawab dengan cuek, "oh."
Sanya mendecak, "gak seru ah!"
"Ya kamu pengennya reaksiku kayak gimana, sayangku cintaku?" tanya Sano dengan greget.
"Yang heboh kek, masa cuma 'oh' doang!"
"Ya liat beritanya dulu atuh neng. Berita gituan juga. Lagian dulu tuh orang udah aku sumpahin. Nah eta kejadian beneran!"
Sanya melamun, lalu tersadar. "Oh, kamu yang nyumpahin? Ck, tobat deh, kalo dia rebut kamu dari aku sama Asa gimana? Kamu mau ninggalin keluarga kamu?"
"Gak lah," tukas Sano cepat. "Kita udah sah secara agama dan negara. Ngapain aku putar balik ke jalan penuh dosa kalo lurus aja aku udah dapet pahala?"
Yah, meleyot Sanya dengernya. Dia langsung senyum kesenangan, "iiih, jadi makin cayang!"
Jadilah dua sejoli itu bermesraan tanpa memperdulikan ada ibu kantin yang sendirian ngeliatin mereka. "Maklum deh, orang tua baru."
Saat sedang asyik-asyiknya, Ben tiba-tiba datang sambil menggendong Asa di pundak kanannya. "Ealah, satu kantor gua tanyain, ternyata maknya di kantin berdua ama bapaknya. Bagus kalian ye, asik-asikan berduaan ampe lupa anak!" cerocosnya sambil menghampiri ke meja mereka. Lalu Ben memberikan Asa yang sedang tertidur ke gendongan ibunya dengan hati-hati.
"Hehe, makasih ya, Kak Ben! Nanti dah, gua transfer. Makasih udah jemput sama jagain anak gua!" ucap Sano.
"Aman dah, anak lu juga kagak rewel. Gua balik dulu ya, assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsalam!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Shirāthâl Mustaqīm || Kim Sunoo
General Fiction"Oh, lo pengen jadi lurus lagi? Tenang aja, lo bertemu dengan orang yang tepat. Gue bakal tuntun lo biar balik ke Shiratal Mustaqim!" "Shiratal Mustaqim tuh apa?" "Jalan yang lurus :D" *** Tentang Sano Niskala. Cowok yang ingin keluar dari kehidupan...