39. @#<!

149 17 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




.

.

.

5 bulan setelahnya

Sanya sedang buru-buru menjemput putrinya yang katanya lagi jajan es krim. Ya gapapa sih kalo jajan es krim, cuma sama siapa ini yang masalah.

HP Sano ketinggalan, dan tiba-tiba ada SMS dari nomor tidak dikenal. Isi chatnya, "anak kamu ada di aku. Mending dia hidup dengan punya dua ayah, atau mati tetapi masih punya ibu?. Tertanda, SP"

Tau siapa SP?

Satya Pangestu.

Sanya yakin seratus persen itu pasti oknum bernama Satya. Gak mungkin ada yang lain.

Dia sudah menghubungi Ben, Jake, atau siapapun yang sekantor dengan Sano agar dia segera menyusul. Dimana Sano lah orang yang seharusnya paling terlibat, dan pesan itu sejatinya ditujukan untuk Sano.

Sesuai alamat, toko 'Ice Cream' jalan Freeze, sebelah mi gacoan. Sanya diam sebentar di mobil sebelum keluar. Menyusun rencana akan kemungkinan yang bisa terjadi.

"Anjir ini orang sekantor pada off kenapa dah? Gatau kah ini lagi genting?" Sanya menggigit kuku ibu jarinya. Kebiasaannya ketika cemas.

Disaat-saat seperti ini, tiba-tiba terlintas satu nama. Windi.

"Halo win?"

"Eh, halo Mbak? Ada apa?"

"Win, Mbak mau minta tolong, kamu dateng ke toko ice cream jalan Freeze sebelah mi gacoan. Cepetan ya, tolong banget ini mah, makasih!"

Setelah itu Sanya turun, dan masuk ke dalam toko yang ternyata sepi. Hanya ada putrinya disana sedang sendirian, asyik memakan es krimnya.

"Asa!"

Sanya menghampiri putrinya dan mengecek kondisi tubuhnya. "Kamu gak kenapa-napa kan nak?"

"Gapapa bunda. Ini, Asa dibeliin es krim odol sama Om baik!"

"Om baik nya mana?"

"Lagi di toilet bunda."

Sanya mengemasi tas dan barang-barang putrinya. "Kita pulang sekarang ya nak, besok lagi jangan ikut sama orang yang gak dikenali!"

"Tapi, es krimnya?"

"Ayahmu bisa beli se-toko-tokonya! Cepet!"

Dengan berat hati Asa menurut. Gadis kecil itu langsung dibawa masuk ke dalam mobil. Baru saja Sanya memegang pintu mobil, tiba-tiba bahunya ditarik dan pipinya kena bogeman.

Asa terkejut, dia ingin keluar, tapi bundanya langsung mengunci mobil.

"Ha-ha-ha, anjing lo ya! Cemen banget ngelawan cewek! Banci lo!"

"Iya gue banci! Kenapa emangnya? Bukannya yang mau gue lawan ini pentolannya anak seni yang katanya bisa bela diri itu ya?"

Sanya tersenyum sinis, "heh, mau aja dikatain banci! By one sini lo!"

Perkelahian pun terjadi. Sanya dengan segala jurus yang pernah dia pelajari dahulu, dengan Satya yang hanya mengandalkan insting pertahanan diri. Jelas Satya langsung kalah telak. Baru juga lima menit tapi wajahnya sudah dipenuhi lebam.

"Segini ternyata kemampuan lo! Gue tau lo sengaja ngechat laki gue karena berpikir dia bakalan ngalah pas lo ajak berantem? Sorry, sekeluarga gue bisa bela diri semua termasuk dia! Dia gak selemah yang lo kira!"

Dor!

"Ah asu, bener-bener banci ternyata. Bawa antek-antek, pake pistol lagi!"

***
Dear pembaca yang pandai

Bahasa kasar gak boleh ditiru ya😚

Shirāthâl Mustaqīm || Kim SunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang