39

2.6K 184 22
                                    

Tepat hari ini adalah hari dimana Theo akan di putus hukuman, akhir dari ceritanya sebagai buronan.

Sidang di lakukan secara bersamaan dengan Abriana, yang dikasuskan sebagai antek dari Theo.

Jey duduk disana, bersama dengan keluarganya. Joseph tidak bisa hadir karena kesibukan menghalangi pria itu untuk datang.

Pengacara milik keluarga Jey telah mendapat semua garis bukti dari Joseph. Pria itu telah melakukan segalanya untuk dirinya.

Saat putusan hakim keluar air mata Jey berlinang. Kilas balik saat ia masih kecil, bermain riang dengan ayahnya membuat perasaannya campur aduk.

Hasil final dinyatakan bahwa ayahnya mendapat hukuman seumur hidup.

Ia menutup wajahnya, menahan isak tangis yang keluar karena rasa sayangnya. Tidak, ayahnya memang pantas mendapatkan ini setelah semua yang telah ia lakukan.

Jey menegakkan kepala, ia mengusap air matanya. Pandanganya bertemu dengan Abriana, wanita itu mengucapkan terimakasih dengan gerakan bibirnya tanpa suara dari kejauhan, ia berterimakasih karena Jey telah membebaskan dirinya dari belenggu Theo.

Abriana hanya mendapat hukuman 30 tahun penjara. Itu juga berkat dari bantuan Jey. Seberapa lama pun hukumannya, wanita itu lebih memilih hidup dalam jeruji besi, daripada harus hidup dalam bayang-bayang Theo.

Kakaknya, Christ memeluk dirinya dan mengusap punggungnya untuk menenangkan. Pun juga ibunya yang sedang memeluk adik bungsunya.

Semuaya telah usai, ketakutannya selama ini yang menghantui telah sirna.

Mereka berjalan keluar gedung dengan perasaan aneh. Karena satu anggota keluarga mereka, lebih tepatnya sosok kepala keluarga harus menjalani kehidupannya sebagai seorang kriminal di dalam jeruji besi.

"Mungkin ini bukan saat yang tepat untuk mengatakan ini. Tapi kalian tetap harus tau, aku dan tuan Joseph memutuskan untuk tinggal bersama" Jey menghentikan langkahnya.

Ibunya mengelus pipi Jey, hatinya mengatakan bahwa anaknya sudah tumbuh dewasa. Jey tersenyum menatap ibunya "kalian berdua, tolong jaga ibu apapun yang terjadi" Kata Jey.

"Aku dan kak Christ akan menjaganya. Kakak juga harus sering menghubungi kami" Jey tersenyum mengusap rambut adiknya.

Mereka tau kalau Jey telah terikat dengan Joseph. Dan sudah seharusnya ia ikut dengan sang alpha. Tidak lama, mobil sedan berwarna hitam berhenti di depan mereka. Itu adalah mobil kiriman dari Joseph untuk menjemput Jey.

"Kalau begitu, ayo, aku antar kalian dulu" Ucap Jey.

.

.

.

.

.

Malam hari sebelum Joseph datang, Jey menumpahkan tangisnya kepada Cley.
Mereka dalam panggilan seluler sekarang. Cley hanya bisa mendengarkan temannya menangis, ia tidak bisa membujuk Jey untuk berhenti karena itu adalah perasaan yang selama ini Jey tahan.

"Aku tau perasaanmu, Jey. Aku juga kehilangan ayahku saat masih kecil. Aku tau rasanya, tidak apa-apa. Menangislah sampai kamu puas. Andai aku bisa kesana untuk memelukmu"

Cley sedang sibuk dengan persiapan kelulusannya. Itulah sebabnya mereka hanya bisa berbicara lewat telepon walau sangat ingin bertemu satu sama lain.

Beberapa jam kemudian Cley harus memutuskan panggilan dan tak lama Joseph pulang.

Hal pertama yang menyambutnya adalah wajah sembab dan basah Jey. Omeganya telah banyak menangis hari ini.

Langkahnya yang panjang menuntunnya untuk menghampiri Jey. Ia merentangkan tangannya dan memeluk sang omega.

"Maaf aku tidak bisa menemanimu"

"Tidak apa-apa. Aku sudah merasa lebih baik sekarang. Daripada aku, ibu pasti merasa paling terpukul"

Joseph mengusap surai Jey "minta mereka datang kesini jika kamu mau atau pergilah kesana, aku akan menyiapkan sopir untukmu"

"Terimakasih, bahkan sampai akhir pun kamu masih memikirkanku. Padahal kamu juga harus memikirkan diri sendiri. Lihat pipimu ini, sudah mulai menirus" Kata Jey.

Joseph memang bekerja keras dalam kasus ini, beban pikirannya terbagi dimana-mana. "Jika kamu memasakkan sesuatu untukku, mungkin pipiku tidak tirus lagi"

Jey terkekeh renyah, itu adalah tawa pertamanya untuk hari ini. "Aku sudah memasakkan sesuatu. Mari makan malam" Ajak Jey.

"Setelah membersihkan diri. Tunggu aku"  Joseph mengusap surai Jey dan pergi ke kamar. Sedangkan Jey akan menyiapkan makan malam di dapur.

Disini lah mereka, menyantap makanan dengan tenang. Jey tidak banyak bicara mungkin karena hatinya masih gundah.

"Aku ingin mengatakan sesuatu" Kata Joseph. Ia meletakkan peralatan makannya menandakan percakapan ini serius.

"Aku akan melakukan perjalanan bisnis selama dua minggu di Amerika" Joseph berhenti sejenak.

"Itu artinya, aku tidak bisa bersamamu sampai dengan waktu selama itu. Aku ingin kamu memilih ikut denganku atau tetap disini"

"Kenapa masih memberiku pilihan jika kamu tau jawabannya?  Jawab Jey.

"Itu karena situasinya sedang tidak bagus, aku juga tidak mau memaksamu untuk ikut jika memang tidak mau" Joseph melanjutkan kegiatannya.

"Bawa aku pergi denganmu. Amerika terlalu jauh bagiku, aku tidak bisa kalau harus menungu"

"Baiklah, lusa kita akan pergi. Siapkan barang-barangmu"

"Hmm.. Apa ini termasuk honeymoon juga?" Tanya Jey dengan mata berbinarnya. Joseph yang mendengar hal itu tersedak.

"Kita sudah sering berbulan madu, apa itu tidak cukup?"

Plak!..

Renyah suara pukulan di bahu Joseph.

"Maksudku bukan itu, sudahlah! Lupakan saja!"

Joseph tertawa puas melihat Jey yang memerah karena kesal. Sebelum ia harus menghentikan tawanya karena rasa panas membakar dadanya.

"Akh!" Ia mencengkram dadanya kuat, nafasnya tercekat. "Tuan!" Jey dengan sigap berdiri dan bertanya apa yang terjadi.

"Tidak apa, ini reaksi dari tandanya" Jawab Joseph sembari menahan sakit. "Aku ke kamar lebih dulu" Joseph bangkit dari kursinya dan berjalan menuju kamar.

"Apa sesakit itu? Kenapa waktu itu aku tidak merasakan apapun? Atau hanya seorang alpha yang bisa merasakan hal ini?"

Ntahlah, Jey tidak mau ambil pusing. Ia harus segera membereskan meja dan pergi menyusul Joseph.




























Hi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hi

OMEGAVERSE - HYUNLIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang