chapter 6

77 32 28
                                    

Tubuhnya kembali menegang ketika Zeora mendengar suara bariton di telinganya "Sedang mencariku, nona"

Menolehkan kepalanya dengan kaku. Matanya membola melihat pria yang sedari tadi ia perhatikan kini ada di hadapannya. "Sial gw ketauan"

"Ah.. Tidak tuan . Kenapa anda berpikir bahwa saya sedang mencarimu? " ujar Zeora tetap tenang

Pria tersebut menatap Zeora dingin "Oh benarkah nona? Jika memang seperti itu kenapa sedari tadi kamu mengawasi saya. Nona, " ucapnya dengan menenkan kata 'Mengawasi dan nona'.

"Saya tidak mengawasi anda tuan, saya sedang menunggu teman saya disini, "jelas Zeora kepada pria itu.

"Temanmu? "Ulang Pria tersebut , senyum miring terpatri di wajah tampannya.

"Iya, tuan. "

"Apakah yang kamu maksud temanmu...adalah dia. " pria itu berkata sambil menunjuk ke arah temannya dengan Lingga yang kedua tangannya di genggam erat.

"Lingga, " gumam Zeora pelan yang masih dapat didengar oleh pria disamping nya. Mendapat sinyal bahaya Zeora melirik sekilas pria disampingnya . Mengambil belati dari saku celananya. Zeora menyerang pria itu dengan belati digenggamanya. Dengan lihai pria itu menghindari  serangan Zeora.

Semua serangan Zeora dengan mudahnya di tangkis dan di hindari oleh pria tersebut. "Sial"umpat Zeora mulai kewalahan. "Zeo-" fokus Zeora teralihkan oleh panggilan Lingga. Tubuhnya limbung saat mendapat tendangan di perutnya

"Santai Harry, jangan terlalu kasar, " peringat temannya kepada pria yang diketahui bernama Harry. Kembali menyerang Harry , Zeora mengarahkan belatinya ke arah leher Harry.

Dengan gesit Harry menangkis tangan Zeora, mengambil belati dari tangannya, Harry  melemparkan belati tersebut sembarang . "Kamu begitu merepotkan , nona. Lebih baik kita selesaikan permainan ini, " ucapnya kemudian memukul tengkuk Zeora.

Pandangan Zeora kabur.  Samar-samar dia melihat Lingga yang memberontak. Memaksakan kesadaran nya tetap terjaga Zeora melihat Harry mendekat ke arahnya ,mengangkat tubuhnya ala karung beras. Ingin memberontak tetapi dia tidak memiliki kekuatan untuk melawan .

Zeora yang sudah mencapai batasnya, kini tidak bisa menjaga kesadarannya lagi.

***************

Waktu menunjukkan pukul empat pagi Gavin yang sudah terbangun dari tidurnya melirik jam sekilas kemudian beranjak dari kasur, mengambil handuk dan seragam sekolahnya lalu melangkah masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Gavin keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit Lehernya, tanpa memperdulikan rambutnya yang berantakan dan masih basah dirinya keluar dari kamar.

"Kavian, "panggil Gavin kala ia melihat Kavian mengenakan kemeja putih dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam , lengan kemeja nya ia gulung hingga siku.

"Apa? "

"Udh bangun semua? "Gavin balik bertanya ,kavian mendengus"blm, ini gw mau bangunin Bryan. "

"Harry? "

"Dia udh bangun, " ujar kavian memberitahu"oh. Rebecca juga kayanya blm bangun, lo yng bangunin. " tanpa menunggu jawaban Gavin Kavian melenggang pergi begitu saja.

Kaki jengjangnya ia bawa menuju kamar Rebecca, Gavin mengetuk pintu kamar Rebecca untuk membangunkan perempuan itu yang sepertinya memang masih tertidur. Tidak mendapat respon dari penghuni kamar Gavin memutuskan masuk kedalam kamar Rebecca yang pintunya tidak terkunci.

Tatapan datar ia layangkan ke arah seseorang yang masih bergelung dengan selimut nya.

"Bangun, "ujar Gavin dengan nada dingin tangannya menarik selimut yang melilit tubuh Rebecca hingga terlepas.

Rebecca yang terkejut sontak menendang perut Gavin "KENAPA LO ADA DI KAMAR GW. " dengan tidak santainya Rebecca berujar pada Gavin yang terlihat akan memakannya hidup hidup dengan nada tinggi.

Gavin menekan emosinya agar tidak meledak ,jika bukan perempuan sudah dipastikan Rebecca tidak akan selamat"gw kesini bangunin lo buat solat subuh, bentar lg mau jam lima lo mau solat jam berapa Rebecca..." dengan datar Gavin menjawab pertanyaan Rebecca walau dalam hati dia sangat ingin melempar perempuan dihadapannya ke kandang buaya.

Mendengar jawaban Gavin Rebecca terperangah, dia merasa bersalah karena sudah berburuk sangka kepada Gavin. Dengan tampang menyebalkan Rebecca menggaruk kepalanya yang tidak gatal, rasanya ia ingin menghilang dari dunia.

"Hehehe maaf ya vin gw kira lo mau ngapain di kamar gw, " ujar Rebecca dengan cengiran. Gavin menatap dingin Rebecca tanpa merespon ucapan nya, Rebecca yang di tatap seperti itu entah mengapa seketika mentalnya menciut.

"Perut lo gapapa?biar gw kompres, "tawar Rebecca saat mengingat bahwa tadi dia menendang perut Gavin keras.

"Ga ush lo solat aja yg lain udh nungguin, " tolak Gavin mentah. Tidak ingin membuat Gavin bertambah marah. Dengan segera Rebecca pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu kemudian mengambil mukena yang tersedia di lemari bajunya.

"Ayo, " ajak Rebecca pada Gavin yang ternyata belum meninggalkan kamarnya

"Kemana? "

"Katanya solat emang lo udh solat? " dasar aneh padahal tadi dia mengajak nya untuk solat sekarang malah bertanya.

"Gw nonis. "

Netra nya berkedip polos kala mendengar pengakuan Gavin,Rebecca tidak mengetahui bahwa Gavin ternyata berbeda keyakinan,tetapi entah keberapa kalinya dia di buat kagum oleh tindakan Gavin,walau berbeda ,toleransi nya begitu tinggi"sorry vin gw gatau"

"Hmm,cepet pergi kalo lo gamau di amuk Harry, " ujar Gavin memeperingati. Setelah drama singkat yang terjadi Gavin dan Rebecca akhirnya keluar dari kamar.

**************

Bau harum tericium dari arah dapur, Rebecca yang telah selesai melaksanan kewajibannya untuk beribadah pun lantas segera pergi ke arah dapur. Kavian, Harry dan Bryan menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah Rebecca yang mirip seperti anjing tengah mencari daging.

Mulutnya menganga kala dirinya melihat Gavin berada di dapur dengan beberapa bahan masakan yang ia olah dengan lihai . Gavin menengok ketika menyadari adanya seenggok manusia di ambang pintu dapur.

"Minggir, " ujar seseorang dengan nada dingin dari belakang Rebecca. Menolehkan kepalanya ke belakang melihat siapa yang telah berbicara padanya, Rebecca mendapatkan sosok jangkung bagaikan titan yang kini menatapnya datar.

Mendengus kesal, Rebecca menggeser tubuhnya memeberikan jalan pada Harry dilanjut dengan Kavian yang ikut masuk ke dalam dapur.

"Dari pada lo cuma diem di situ kaya anak ilang mending lo siap siap sekolah, " ucap Kavian dengan nada bariton ketika melihat Rebecca yang hanya diam menonton di ambang pintu.

Tanpa membalas apapun Rebecca melenggang pergi dari dapur menuju kamarnya . Sesuai yang dikatakan Kavian Rebecca memilih untuk bersiap sekolah saja dari pada dirinya hanya menonton tiga orang psychopath berganti profesi menjadi koki.









...

Alicius And The Secret Agen (Tahap Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang