Hal pertama yang dilihat Rebecca ketika bangun adalah Damian yang memandangnya. Rebecca bangun dari tidurnya ke posisi duduk, netranya yang sayu menatap Damian.
"Apa saya membangunkanmu?" Rebecca menggeleng,netra coklatnya membulat menyadari keberadaan Damian.
"Bapak?" beo Rebecca linglung.
"Ya? "
"Saya dimana?" ujar Rebecca pelan menjauh dari Damian.
"Ini ruangan saya, saya membawa kamu kesini karena tidak tahu alamat rumah kamu, kamu juga tidak memberitahu alamatnya ke saya Rebecca" tangannya menahan tubuh Rebecca agar tidak menjauh. Menghela nafas lega, Rebecca mengangguk.
"Apa kamu tidak mengantuk?" tanya Damian melihat Rebecca yang sekarang nampak fresh.
"Saya ga bisa tidur lagi pak" Damian mengangkat sebelah alisnya"kenapa?"
"Biasanya ayah saya suka gendong saya sampai saya tidur" ungkap Rebecca polos.
Damian tertawa kecil, anak sebesar Rebecca masih dinina bobokan?.
Rebecca terlonjak ketika Damian tiba-tiba mengangkat tubuhnya, "tidur Rebecca"
Tidak ingin ambil pusing, Rebecca menyimpan kepalanya dibahu lebar Damian.
Senyum smirk tertera pada wajahnya, mengeluarkan suntikan dari balik dress nya. Tangannya terangkat hendak menusuk leher Damian dengan jarum suntik, namun tertahan oleh tangan kekar Damian.
"Sudah saya duga, kamu memiliki maksud lain, Rebecca" genggaman pada tangan Rebecca semakin menguat, melepas suntikan dari tangannya, Rebecca mengambil suntikan dengan tangan lainnya.
Damian kalah cepat dengan Rebecca yang kini menyuntikkan sesuatu pada lehernya. Menyikut tulang rusuk Damian dengan sikunya, Rebecca meloncat dari gendongan Damian dan mendarat dengan sempurna.
Tangan Damian memegangi lemari, menahan tubunya yang tiba-tiba melemas, netranya menatap tajam Rebecca yang tersenyum manis namun mematikan.
"Apa yang kamu suntikan pada saya, Rebecca" bibirnya tertarik ke atas menampilkan senyum sinis, "tidak ada, hanya sebuah cairan untuk melumpuhkan saraf"
Rebecca yang melihat Damian mengambil pistol dari saku celananya dengan cepat menendang Damian hingga tersungkur.
Menatap rendah Damian,kakinya yang menggunakan heels menginjak tangan Damian kuat. Damian yang diperlakukan seperti itu menatap marah Rebecca, urat-urat lehernya nampak tanda Damian benar-benar marah.
Mengabaikan Damian,Rebecca membawa kakinya menuju pintu. Rebecca menatap Damian yang menyeringai lebar kearahnya, pintunya tidak bisa dibuka, berarti Damian sudah memperhitungkan hal ini.
"Jika saya mati, maka kamu harus ikut mati dengan saya" ucapan Damian seolah angin lalu bagi Rebecca yang sekarang duduk santai disalah satu kursi.
"Oh yaa?" senyum remeh terpampang membuat emosi Damian semakin memuncak,namun dia tidak bisa melakukan apapun karena seluruh tubunya tidak bisa digerakkan.
Rebecca memainkan belati yang ia ambil dari meja, kenapa dia bisa sesantai itu padahal nyawanya terancam?, karena Rebecca yakin akan ada seseorang yang menolongnya.
**********
Ruangan yang sebelumnya bersih kini penuh dengan tubuh manusia dan darah dimana-mana.
Gavin mengayunkan katana nya dengan lihai, menebas orang-orang yang menyerangnya, tatapan sedingin es tidak lepas dari netranya yang memandang malas mayat-mayat yang berserakan.
Kaki jenjangnya berjalan melewati mayat-mayat dan potongan daging dengan santai. Langkahnya terhenti didepan sebuah pintu berwarna hitam, tanpa aba-aba,Gavin menendang pintu itu kuat hingga terlepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alicius And The Secret Agen (Tahap Revisi)
RomanceTentang Gavin dan Rebecca. Antara pembunuh dan agen rahasia. Suatu kejadian membuat keduanya harus bekerja sama untuk menghancurkan suatu organisasi. Da n Gavin,telah jatuh dalam pesona seorang Rebecca. Tidak pernah terpikirkan oleh semua orang yang...