Suara gemericik air terdengar, Gavin menyugar rambutnya di bawah shower yang menyala. Memandangi tangannya yang ia gunakan untuk membunuh, Gavin meninju dinding kamar mandi meluapkan amarahnya.
Pikirannya memutar kejadian di ruang bawah tanah. Mengusap wajahnya kasar Gavin mematikan shower, mengeringkan tubunya kemudian memakain kaos hitam yang dipadukan dengan celana hitam.
Gavin keluar dari ruang ganti dan mendapati adiknya tengah berbaring di kasur king size miliknya. "Sini gw keringin"tawar Elenna menyadari keberadaan kakanya.
Mendudukkan dirinya di bawah kasur, Elenna menggosok surai basah sang kaka lembut. "I'm sorry" Elenna diam membisu tidak menjawab perkataan Gavin, tangannya menyimpan handuk yang ia gunakan untuk mengeringkan rambut Gavin.
Elenna beranjak dari kasur, memposisikan dirinya dihadapan Gavin kemudian memeluk kakanya erat. "Ini bukan salah lo, Lingga juga pantas mati" Gavin memeluk erat Elenna .
Setelah puas memeluk Elenna Gavin melepaskan pelukannya,Elenna mengelus surai sang kaka lembut, dia tahu bahwa beban yang ditanggung kakanya tidak lah mudah.
"Udah malem tidur" ucap Gavin melihat jam yang menunjukkan pukul sepuluh malam, "sama lo"pinta Elenna pada Gavin.
Keduanya kini berbaring dengan Elenna yang memeluk Gavin kepalanya ia tenggelam kan di dada bidang sang kaka.
Memandang sang adik yang sudah tertidur lelap, Gavin melepaskan pelukan Elenna dengan hati hati agar tidak membangunkannya. "I'm sorry for being a devil, my little sister" bisik Gavin pelan kemudian beranjak keluar dari kamarnya.
"Knp blm tdr? " tanya nya ketika melihat Rebecca di ruang tengah dengan cemilan di genggaman nya.
"Lo buta apa gmn, jelas jelas gw lg nntn" jawabnya sarkas tanpa menoleh sedikitpun. "Sorry" ujar Gavin tiba-tiba.
"Untuk? " mematikan laptop nya, Rebecca memfokuskan pandangan nya pada Gavin "kejadian di ruang bawah tanah"
Menganggukkan kepala nya pelan,"lo g salah jadi ga perlu minta maaf"perhatiannya teralihkan kala melihat tangan Gavin yang memar. Gavin menatap sendu Rebecca yang melenggang pergi begitu saja dari hadapannya.
Mengusap wajahnya kasar Gavin mendudukkan tubuhnya pada sofa, matanya terpejam memikirkan banyak hal yang membebani pikirannya. Rasa dingin menjalar kala alkohol di oleskan , Gavin membuka matanya melihat Rebecca yang kini tengah mengobati tangannya yang memar.
Kedua netra saling beradu pandang, Rebecca menatap mata Gavin yang terlihat sendu lalu kembali memfokuskan diri pada tangan Gavin.
"Lo boleh laporin tindakan gw tadi ke Gilang, Gw ga bakal nyegah lo buat nutupin kejadian tadi"
"Ga bakal gw laporin" Gavin menatap Rebecca, kenapa tidak? Tindakannya adalah suatu kejahatan walaupun itu bukanlah yang pertama.
"Siapa yang ga marah ketika ngeliat orang tersayangnya di lecehkan atau dilukai" jelas Rebecca menjawab tanda tanya dalam benak Gavin. "Selesai" ujarnya menatap puas hasil perbanannya.
Hening melanda Keduanya, Rebecca membereskan alat alat p3k , netranya kembali beradu pandang dengan netra abu abu milik Gavin, "tidur, lo harus istirahatin fisik dan batin lo" ujarnya dengan senyum manis menghiasi wajah cantiknya kemudian melenggang pergi.
"Good night ,Alicius"
*************
Rebecca menatap malas papan tulis dihadapannya. Padahal hari ini adalah pelajaran fisika yang merupakan pelajaran favorit Rebecca sewaktu masih sekolah. Namun, sekarang pelajaran itu nampak membosankan.
Bosan mendengar penjelasan, Rebecca akhirnya tertidur saat jam pelajaran masih berlangsung.
Lemparan pada kepalanya membangunkan Rebecca dari tidur singkatnya, jika bukan Damian yang melemparkan ,mungkin Rebecca sudah merobek wajah menyebalkan itu.
"Kenapa kamu tidur saat jam pelajaran? " tanyanya yang terdengar bodoh, tentu saja orang tidur karena mengantuk.
"Ngantuk pak" balas Rebecca enteng dengan wajah tanpa dosa, menghela nafasnya Damian kembali duduk ke meja guru.
"pulang nanti bawa kan semua buku paket ke ruang guru sebagai hukuman untukmu"menganggukkan kepalanya, dengan malas akhirnya Rebecca mendengarkan penjelasan Damian,mengabaikan Gavin yang menatapnya datar.
Bel pulang berbunyi, murid murid bergegas memasukkan peralatan belajar nya kedalam tas begitu pun dengan Rebecca.
"Baiklah anak anak, pembelajaran hari ini cukup sampai disini. Berdoa sesuai agama masing-masing.. Mulai"
Semuanya menundukkan kepala mereka serentak, selesai berdoa murid murid berbondong-bondong keluar kelas. Rebecca yang baru saja akan pergi terpaksa berhenti kala Damian memanggilnya .
"Rebecca bawa buku paket ini" perintahnya kemudian melenggang pergi .
Dengan terpaksa Rebecca membawa buku buku paket tersebut , jika bukan karena misi sudah di pastikan Damian akan habis .
Dalam hati Rebecca mengutuk Gavin karena sudah memberinya misi merepotkan seperti ini.
Rebecca menyimpan semua buku yang ia bawa di meja Damian, ruang guru nampak sepi, mungkin para guru yang sudah pulang.
"Terimakasih Rebecca, lain kali jangan tertidur lagi saat jam pelajaran"
"Baik Pak, maafkan saya" ujar Rebecca sebisa mungkin untuk sopan, saat hendak membuka pintu akan pulang, genggaman pada tangannya membuat Rebecca menolehkan kepalanya.
"Kenapa lagi ini curut"pikir Rebecca kesal saat melihat Damian yang menggenggam tangannya.
"Hari ini kamu banyak diam, ada apa? " tanya Damian membuat kening Rebecca mengerut, membalikkan badannya menghadap Damian,"lagi datang bulan pak, jadi saya agak badmood"jawab Rebecca masuk akal.
Damian menganggukkan kepalanya , kemudian melepaskan tangan Rebecca yang ia genggam.
"Baiklah , saya kira kamu marah pada saya karena kejadian di kelas tadi"
"Nggak lah pak, masa saya marah ke bapak ganteng karena hal kaya gitu, lagian kan saya emang salah" elak Rebecca buru buru, bisa kacau jika Damian salah paham dan membuat hubungan mereka merenggang.
"I have it"Rebecca tersenyum puas kala Damian tersenyum lega saat mendengar jawabannya.
Tangannya terulur mengelus kepala Rebecca "maaf yaa tadi saya lempar spidol ke kepala kamu, apa sakit? "
"Nggk kok saya kan strong"
Damian memajukan wajahnya menatap dalam netra Rebecca, merasa Rebecca tidak berbohong, Damian kembali memundurkan wajahnya.
"Baguslah jika kamu baik baik saja"
"Bapak mulai naksir ya sama saya.. "Goda Rebecca
"Kalo saya bilang iya, gimana? "Pernyataan Damian membuat Rebecca terdiam, "yaudah jadi suami saya aja" Damian tertawa renyah mendengar penuturan polos Rebecca.
"Masih kecil udah mikirin suami suami, belajar dulu yang rajin"
"Apaan umur saya udah 18 tahun, bukan anak kecil lagi"protes Rebecca tidak terima" padahal gw udah 21 tahun"
Damian kembali memajukan wajahnya kali ini lebih dekat, hanya tinggal beberapa centi saja hidung keduanya bersentuhan.
"Apaan sih ni orang, kepengen banget gw cakar" gerutu Rebecca kesal .
Kekesalannya berubah saat Damian menatapnya dingin dan sebuah tangan melingkar memeluk posesif dirinya.
Rebecca merinding, ketika suara dengan nada bariton terdengar jelas di dekat telinganya. "What do you want to do to my cousin, Mr Damian" ujar Gavin menekan setiap kata yang ia lontarkan disertai tatapan sedingin es.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Alicius And The Secret Agen (Tahap Revisi)
RomanceTentang Gavin dan Rebecca. Antara pembunuh dan agen rahasia. Suatu kejadian membuat keduanya harus bekerja sama untuk menghancurkan suatu organisasi. Da n Gavin,telah jatuh dalam pesona seorang Rebecca. Tidak pernah terpikirkan oleh semua orang yang...