Biru sama sekali tak menyangka, terlambat pulang selama 5 menit dapat mengundang amarah Adisan. Pria itu menarik kemudian menghempaskan tubuhnya dengan kasar ke dalam gudang. Tak berhenti sampai di situ, tanpa disangka Adisan melepaskan ikat pinggangnya lalu dengan tega mencambuk punggung pemuda itu.
"Jadi, ini alasan pagi tadi gue liat ada lebam di punggung Sekala?!"
"Masuk kamar kamu! Ingat, jam 8 nanti kita harus segera berangkat."
Biru memandangi kepergian Adisan dengan tatapan kecewa. Kini Biru mulai mempertanyakan, kenapa dulu ia pernah iri dengan kedekatan Adisan dan Sekala? Biru benar-benar salah telah menilai pria itu selama ini. "Lo atlet taekwondo, La. Kenapa gak coba buat ngelawan bokap lo, kenapa selama ini lo diem aja?"
Dengan langkah lemas akibat cambukkan tadi, Biru bangkit dari posisinya. Segera masuk ke dalam kamar untuk bersiap, sesekali rintihan kecil keluar dari mulut pemuda itu. Sesampainya di tempat tujuan, Biru tak menemui satu pun anak seusianya. Ah, ralat, hanya Biru satu-satunya anak sekolah yang berada di sana.
Membosankan.
Satu kata yang cocok untuk menggambarkan kondisi saat ini. Yang Biru lakukan hanyalah duduk di meja sebelah, memainkan kue yang tersedia, dan berusaha untuk menulikan telinga dari berbagai macam topik pembicaraan yang sama sekali tak dapat Biru pahami.
"Ini anak kamu, San?" Adisan mengangguk. "Wah, mirip ya sama kamu. Dari wajahnya, tingginya, benar-benar copy-an kamu."
"Mirip apaan. Dia aja bukan ayah kandung Sekala," batin Biru. Ingin rasanya ia mengutarakan kalimat itu sekencang mungkin.
"Sekala kenalin. Salah satu sahabat Papa. Panji ini tinggal dan bekerja di Kanada dari kamu kecil, dan baru sempat kembali ke Indonesia sekarang. Makanya kamu pasti asing sama Panji."
Biru mengulurkan tangannya, "Salam kenal, om."
"Adisan sempat cerita kalo beberapa minggu yang lalu kamu sempat memenangkan salah satu pertandingan di Bandung?"
"Iya, om," jawab Biru tersenyum sesaat.
"Wah, hebat. Kapan-kapan ajarin om sedikit teknik taekwondo, ya?"
"Haha, iya, Om."
"Ck, ntar yang ada pinggang lo encok."
Acara kumpul itu berlangsung selama 3 jam lamanya. Ini terlalu lama bagi Biru. Tak tanggung-tanggung, kantuk perlahan mulai menyerang Biru.
"Terima kasih kalian sudah mau hadir. Sekala, beri salam perpisahan."
Tampaknya, ini adalah hari kesialan Biru. Karena saat Adisan memanggil, Biru tanpa sengaja tersandung kaki meja akibat kantuk yang tak tertahankan. Syukurlah, Biru tak sampai terjatuh. Hanya saja, satu gelas minuman yang masih penuh terjatuh hingga mengotori sepatu Panji.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Realize: Exchange | TXT
Fiksi Penggemar[END] Terlahir dalam keluarga yang kacau membuat Biru menilai jika kehidupan Sekala, Juna, Tara, dan Hesa selalu diwarnai dengan kebahagiaan. Dengan kata lain, Biru menganggap kehidupan mereka sangatlah sempurna. Meskipun menjalin tali persahabatan...