"Hah, Bunda pingsan? Eh, Bang, tunggu!"
ᴘʟᴀᴋ
"Ssstt, kak Abrisam nanti makin curiga kalo lo manggilnya gitu!"
Juna jelas tau jika telepon yang baru saja Abrisam terima akan membangkitkan kepanikan Biru. Namun, tak ada yang dapat ia lakukan selain menahan sahabatnya untuk pergi. Karena apabila ia membiarkan Biru pergi, Abrisam akan semakin yakin jika kecurigaan yang tadi dituduhkan itu benar.
"Lepasin, Jun! Gue mau ketemu bunda!"
Lepas? Juna tak akan semudah itu membiarkan Biru pergi menyusul sang kakak. Kalau ditanya apakah ia tega, jawabannya iya, Juna mengakui hal itu. Ia hanya tak ingin kehadiran Biru di sana nantinya hanya akan menambah kekacauan.
Memang, awalnya Biru sempat memberontak hingga hampir melayangkan satu pukulan kepada Juna, kalau saja tak ditahan oleh Sekala. Setelah Juna pergi meninggalkan keduanya, Biru sempat meruntuki dirinya sendiri karena tak dapat menahan emosinya. Tapi, mau bagaimana lagi, anak mana yang tak panik saat mendengar kabar orang tuanya pingsan?
"La, kayaknya gue setuju buat nemuin Zafran, deh. Lo berdua..., masih mau bantuin gue, 'kan?" tanya Biru pelan.
Sekala mengangguk senang. Walaupun Juna pulang duluan dengan keadaan kesal, Sekala yakin seratus persen jika Juna masih tetap akan membantu Biru. "Lo tenang aja. Juna gak marah sama lo, kok. Dia kayaknya kecapekan," ucap Sekala, berusaha menenangkan Biru.
"Jelas marah, gue hampir nonjok dia tadi," batin Biru.
"Hm, lo bisa nanyain kondisi bunda gue ke bang Abrisam nanti gak? Kayak yang Juna bilang tadi, kalo gue yang nanya pasti bang Abrisam tambah curiga," pinta Biru.
"Sip, ntar gue tanyain. Sekarang lo pulang dulu, istirahat. Sore nanti kita langsung ke rumah Zafran."
Biru menuruti saran Sekala. Sebenarnya, sudah dari 15 menit yang lalu ia menahan rasa sakit pada perut bawahnya. Setelah diingat-ingat, Biru memang sempat meminum kopi milik Juna. Apakah ini efek akibat ia meminum kopi tersebut? Padahal seingat Biru, hanya seteguk yang ia minum, itu pun karena tak sengaja.
"Tara, setiap hari lo harus nahan rasa sakit ini? Lo hebat, gue yang baru beberapa hari aja rasanya udah mau nyerah."
• • •
Dengan perasaan yang kacau, Abrisam membelah jalanan kota yang ramai. Ia tak mengindahkan banyak pengendara yang melemparkan cacian padanya karena menyetir motor dengan ugal-ugalan. Bahkan, menyalanya lampu merah tak membuat Abrisam berhenti dan terus menambah kecepatan motornya. Biarlah jika polisi akan mengirimkan surat tilangan kepadanya, Abrisam tak peduli.
Sesampainya ia di lobby rumah sakit, dengan panik ia mencercakan banyak pertanyaan pada pihak administrasi.
"Ibu Shinta ada di ruang A-11, ya, Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Realize: Exchange | TXT
Fanfiction[END] Terlahir dalam keluarga yang kacau membuat Biru menilai jika kehidupan Sekala, Juna, Tara, dan Hesa selalu diwarnai dengan kebahagiaan. Dengan kata lain, Biru menganggap kehidupan mereka sangatlah sempurna. Meskipun menjalin tali persahabatan...