22. Terlanjur Tau

240 41 9
                                    

Alarm yang telah disetel sejak malam tadi akhirnya berdering

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alarm yang telah disetel sejak malam tadi akhirnya berdering. Pagi ini, Biru kembali sibuk menyiapkan diri untuk kembali bersekolah. Setelah selesai merapikan dasinya, Biru segera mengambil tas milik Tara lalu memasukkan beberapa buku yang sesuai dengan jadwal hari ini.

Sebelum membuka kenop pintu, tangannya tergerak untuk mengusap punggung yang terasa pegal. Setelah dirasa sedikit membaik, Biru lekas turun menuju meja makan. Suasana hari ini begitu menyebalkan, karena hanya ada Bulan saat ini. Mario dan Elmira sudah pergi terlebih dahulu ke kantor sejak satu jam yang lalu.

"Aku benci banget sama kamu."

Biru meraih gelas di lemari makan lalu menuangkan sedikit air. "Udah tau."

"Aku benci banget liat papa sama mama seperhatian itu sama kamu, padahal kamu bukan anak kandung mereka. Mereka gak tanggung buat ngeluarin banyak biaya cuma buat ginjal kamu itu. Seharusnya kamu gak pernah hadir di keluarga ini, seharusnya semua perhatian itu cuma tertuju buat aku aja. Kamu bener-bener jadi benalu semenjak hadir di sini, Tara."

"Mbak, kamu gak takut sama yang namanya karma?" tanya Biru.

Hening melanda selama beberapa saat sebelum akhirnya Bulan menjawab, "Buat apa takut. Apa yang aku omongin itu kenyataan."

Jujur, Biru tak habis pikir dengan Bulan. Semudah itu ia berbicara tanpa berpikir terlebih dahulu dampak dari perkataannya. Ya, Biru tau, Bulan memang cemburu. Tapi, bukankah Mario dan Elmira selalu berlaku adil pada anak-anaknya? Karena sudah terlanjur kesal, Biru segera mengambil tas Tara kemudian pergi. "Aku doain, Mbak. Semoga kamu gak ngerasain apa yang aku rasain sekarang."

Sesampainya di kelas, Biru langsung menjatuhkan diri ke kursinya, lalu menarik napas berulang kali dengan tempo yang cepat karena kelelahan berjalan dari rumah menuju sekolah. Tak mengapa, lagi pula Biru malas jika harus satu mobil dengan gadis nyinyir itu.

Kini netranya tertuju pada bangku milik Hesa dan Tara secara bergantian. Walaupun terkesan menggelikan, Biru akui jika ia merindukan kedua sahabatnya itu, terutama Hesa. Biasanya, di jam-jam seperti ini, Hesa menjadi orang pertama yang paling bersemangat mengajak ia dan Tara menuju kantin. Namun sekarang, rasanya benar-benar sepi.

"Woi, Biru, ngelamun aja lo." Sekala datang membuyarkan lamunan Biru.

"Lah, lo ngapain di sini?" tanya Biru heran. Pasalnya, Sekala paling anti datang ke kelas lain.

"Tadinya gue mau ke kelas, tapi gue gak sengaja liat lo ngelamun. Jadi, gue mampir," jawab Sekala.

Tak mendapatkan jawaban dari Biru membuat Sekala menepuk bahu pemuda itu. "Lo kenapa, sih? Masih mikirin omongan Zafran semalem?"

Biru menggeleng, "Ini soal Tara sama kakaknya. Gue ngerasa kak Bulan nganggep Tara itu sebagai saingan. Gue gak bisa ceritain ke lo secara detail karena ini menyangkut privasinya Tara. Tapi kemarin, kak Bulan berkali-kali bilang kalo Tara itu beban, nyusahin, dan kerjaannya ngabisin duit orang tuanya aja."

[✓] Realize: Exchange | TXTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang