Seumur hidupnya, Biru tak pernah menyangka jika akan kehilangan salah satu sahabatnya secepat ini. Biru masih benar-benar yakin Jika Hesa tak mungkin mengakhiri hidupnya sendiri. Namun, tak ada yang dapat ia lakukan untuk mengungkapkan alasan pasti dibalik kematian Hesa. Pagi tadi Biru kembali bertemu dengan Bulan untuk mempertimbangkan kembali permintaannya, sampai pergi ke pihak kepolisian untuk mengusut ulang kasus ini, namun hasilnya nihil.
Bahkan siang ini, Biru baru saja mendapatkan informasi jika Renjana telah melakukan penerbangan ke Jerman. Dan sudah dipastikan Renjana tak akan kembali lagi ke Indonesia. Sikap Renjana yang semakin aneh dan terkesan tak memedulikan anaknya membuat Biru semakin yakin ada yang tak beres.
Terhitung baru 4 jam ia berada di luar, namun tubuhnya terasa sangat lemas, punggungnya juga terasa pegal, bahkan tadi ia sempat mimisan. Semakin kelelahan, Biru memutuskan untuk pergi beristirahat sejenak ke salah satu minimarket.
Tadinya Biru ingin membeli snack dan minuman manis, namun teringat jika sekarang dirinya berada dalam raga Tara, Biru seketika mengurungkan niatnya. Ia tau, Tara tak bisa makan dan minum sembarangan. Sebab fungsi ginjalnya yang telah menurun, Tara harus membatasi asupan cairan yang masuk ke dalam tubuhnya.
"Jadi lo ternyata gak seenak yang gue bayangin, Tar. Makan minum dibatesin, badan cepet lelah. Lo ngalamin ini berbulan-bulan tapi lo terlalu pinter nutupi rasa sakitnya sampe kita gak sadar. Sedangkan gue? Baru beberapa hari aja rasanya udah mau nyerah."
Tak berselang lama, sebuah tepukan berhasil menyadarkan Biru dari lamunannya. "Woi, Biru. Gue chat dari tadi gak bales, taunya lo di sini."
"Juna, Sekala, ngapain lo berdua di sini?"
"Kita mau beli mie sama snack. Ayo, ikut kita berdua aja. Dari pada lo sendirian di sini," ucap Juna.
Ternyata chat yang dimaksud Juna tadi berisi ajakan Juna kepada Biru untuk datang ke rumahnya. Sebenarnya, alasan Juna mengajak keduanya bukan semata-mata karena hal mendesak. Juna hanya ingin berkumpul saja seperti halnya yang sering mereka lakukan. Walaupun dengan formasi yang tak lengkap.
Tadinya, Biru berniat untuk menolak karena merasakan tubuhnya semakin melemah. Tapi karena terlanjur melihat dirinya berada di minimarket tadi, rasanya sulit untuk menolak. Mungkin, jika Biru tak dapat menahan itu semua, dirinya bisa saja jatuh pingsan.
Kini yang dilakukan mereka hanyalah duduk di ruang tamu dengan ponsel yang ada di genggaman tangan masing-masing. Membiarkan televisi menyala tanpa ada yang menonton. Biru merasa tangannya mulai bergetar, isi perutnya terasa mendesak tenggorokan, perut kiri bawahnya juga mulai terasa nyeri.
Biru mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh Tara? Apakah sudah waktunya Tara untuk cuci darah lagi? Biru tak tau. Tak kuat lagi menahan semua serangan itu, Biru akhirnya jatuh pingsan dengan peluh yang membasahi dahinya.
"Lah, Biru. Lo kenapa pingsan?!" pekik Juna.
"Gue udah nelepon ambulans. Aneh, perasaan tadi dia gak sepucat ini, deh," ujar Sekala.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Realize: Exchange | TXT
Fanfiction[END] Terlahir dalam keluarga yang kacau membuat Biru menilai jika kehidupan Sekala, Juna, Tara, dan Hesa selalu diwarnai dengan kebahagiaan. Dengan kata lain, Biru menganggap kehidupan mereka sangatlah sempurna. Meskipun menjalin tali persahabatan...