Cahaya mentari yang muncul dari arah Timur menyapa wajah Biru dengan kehangatan lembut. Matanya perlahan terbuka, dinginnya angin di pagi hari berhasil menusuk tubuh pemuda itu. Biru memperhatikan sekeliling, menyadari satu hal. Ia ternyata masih berada di balkon.
Dengan langkah berat, Biru pergi menuju dapur untuk mengambil segelas air hangat. Tak berselang lama kemudian, satu persatu dari mereka terbangun. Membuat keadaan dapur seketika ramai.
Berhubung hari sabtu, setelah selesai sarapan kelimanya menghabiskan waktu dengan bermain game hingga siang hari. Sampai suara pintu terbuka mengejutkan mereka, menampakkan kehadiran kedua orang tua Hesa.
"Loh, Pa, Ma, kok udah balik?" tanya Hesa heran.
Serena meletakkan paper bag di atas meja kemudian memilih untuk duduk. "Ternyata masalah di proyeknya gak terlalu parah. Jadi, Mama sama Papa bisa selesaiin lebih cepat dari awal perkiraan."
"Ini barang yang kamu minta, Hesa. Papa ke kamar dulu," ucap Renjana.
"Tadi bibi sempet ngabarin kalo temen-temen kamu datang berkunjung. Jadi mama beliin banyak makanan buat kalian semua. Dihabisin ya," pesan Serena tersenyum manis kemudian pergi menyusul suaminya.
"Makasi banyak, Tante!" seru mereka.
Hesa dengan antusias menghampiri dua paper bag yang terletak di atas meja. Tangannya dengan lihai mengeluarkan semua barang-barang tersebut. Kemudian membagi satu persatu pada keempat sahabatnya.
"Ayo, dipake. Ini hadiah dari gue. Jadi, jaga baik-baik!" ucap Hesa.
"Dalam rangka apa, nih?" tanya Juna.
"Gak ada. Cuma pengen ngasih kalian hadiah aja," jawab Hesa.
Ternyata Hesa meminta sang ayah untuk membelikan lima jaket dengan model yang sama. Hesa kemudian memanggil salah satu bibi untuk memotret mereka berlima. Di sela-sela itu, Biru menemukan sesuatu di dalam kantong jaketnya. Sebuah lebel pakaian dengan harga yang masih tercantum.
"Tiga juta? Ini setara duit jajan gue lima bulan," gumam Biru.
"Kenapa, Ru?" tanya Sekala.
"Eh, gak apa-apa. Ini udah belum foto-fotonya? Gue laper," ujar Biru menyengir.
"Baru juga tadi lo habisin roti tiga bungkus. Itu perut apa karet?" sindir Sekala.
"Udah laper? Ya, udah, tinggal makan," sahut Hesa.
Sesampainya mereka di ruang makan, langkah Juna terhenti sesaat. Sekala yang asik mengobrol dengan Biru tanpa sengaja menabrak punggung Juna.
"Lo ngapain berhenti?"
"Sa, ini kita makan bareng bokap nyokap lo?" tanya Juna.
Hesa mengangguk, "Iya, lah. Kenapa emang?"
"Gue segan sama ortu lo, njir," jawab Juna.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Realize: Exchange | TXT
Fanfiction[END] Terlahir dalam keluarga yang kacau membuat Biru menilai jika kehidupan Sekala, Juna, Tara, dan Hesa selalu diwarnai dengan kebahagiaan. Dengan kata lain, Biru menganggap kehidupan mereka sangatlah sempurna. Meskipun menjalin tali persahabatan...