"Tar, gue sampe bosen setiap masuk kelas pemandangan yang gue liat itu lo sama buku mulu. Lo gak capek?" tanya Biru.
Tara mendongakkan kepalanya kemudian menjawab, "Gak, lah. Belajar udah jadi hobi gue dari lama."
"Gila! Tubuh lo juga perlu istirahat kali," ejek Biru, tak habis pikir dengan Tara.
"Tuh, 'kan, mimisan! Apa gue bilang?! Ayo, ke UKS!" teriak Biru heboh.
Tara sendiri tak menyangka akan mimisan tepat di hadapan Biru. Padahal dirinya merasa tubuhnya baik-baik saja, tak ada rasa pusing atau kelelahan yang dirasakan. Melihat Biru yang terus saja mengomelinya sepanjang jalan membuat Tara mulai menyetujui perkataan Biru tadi, bahwa tubuhnya memang memerlukan istirahat.
"Nih, minum." Tara menerima segelas teh hangat yang diberikan Biru.
"Thanks," responnya.
Biru mulai berkacak pinggang. "Tubuh lo perlu istirahat! Kalo lo masih ngeyel, gue bakar buku lo!"
"Iya, Biru, iya. Gue bakal lebih sering istirahat," balas Tara pasrah.
"Awas bohong!" Tara mulai menutup kedua telinganya, kesal dengan ocehan yang terus dilontarkan Biru tanpa henti.
"Muka lo kenapa babak belur gitu?" tanya Tara salah fokus.
Biru terdiam, bingung harus menjawab apa. Ia sempat memalingkan wajah sebelum akhirnya Tara kembali bertanya. "Zafran lagi?" Ya, tepat sasaran.
Pemuda itu menghela napas, "Kenapa, sih, Ru? Gue udah bilang berulang kali, kalo dia nonjok lo, bales! Jangan diem doang."
"Gue gak bisa. Gue gak mau Zafran ngomong aneh-aneh sama bokap. Terus berujung bokap sama nyokap berantem lagi," jawab Biru.
"Gak usah peduliin bokap berengsek lo itu. Jangan jadiin bokap lo tameng buat Zafran. Ini demi kebaikan lo, Biru. Apa perlu gue panggil Sekala buat hajar dia?"
Biru melotot mendengar ucapan Tara. "Gak usah! Kalian gak perlu ikut keseret sama masalah gue."
"Kali ini gue diem. Tapi kalo Zafran masih gitu lagi sama lo, gue gak segan buat bales dia," ujar Tara. Lebih tepatnya, mengancam.
Awalnya petugas kesehatan akan membuatkan lembar izin untuk pulang karena sakit. Namun, Tara bersikeras menolak dengan alasan masih kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran sampai selesai. Tak ingin memaksa, petugas kesehatan akhirnya mengizinkan keduanya untuk kembali ke kelas setelah berhentinya mimisan Tara.
Setibanya di kelas, keduanya langsung ditodong berbagai macam pertanyaan dari Hesa. Pemuda bule itu bahkan menuduh Biru dan Tara pergi ke kantin terlebih dahulu tanpa mengajak dirinya.
"Lo gak lihat hidung gue? Ya, kali, ke kantin," ketus Tara menunjuk hidungnya yang masih disumpal dengan kain kassa.
"Lah, lubang napas lo kenapa?" tanya Hesa polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Realize: Exchange | TXT
Fanfiction[END] Terlahir dalam keluarga yang kacau membuat Biru menilai jika kehidupan Sekala, Juna, Tara, dan Hesa selalu diwarnai dengan kebahagiaan. Dengan kata lain, Biru menganggap kehidupan mereka sangatlah sempurna. Meskipun menjalin tali persahabatan...