Mobil sedan berwarna merah itu memasuki pekarangan sebuah rumah megah. Sekembalinya dari acara Malam Akrab, Ernest berniat untuk mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Tiga hari berinteraksi dengan banyak orang dengan berbagai kegiatan cukup membuatnya lelah. Ernest ingin mengisi baterai energinya terlebih dahulu sebelum kemudian kembali ke kedai kopinya yang sudah tiga hari tak dikunjungi.
Seperti biasa, suasana rumah tetap sama. Hanya ada Mang Ujang dan Bi Surti yang sibuk membersihkan taman depan rumah. Sebelum masuk rumah, Ernest balas basa-basi dengan Bi Surti dan Mang Ujang yang sejak bekerja di sini memang tampak lebih peduli pada kegiatan harian Ernest. Kepedulian itu pun dapat Ernest rasakan juga. Mang Ujang dan Bi Surti sudah selayaknya orang tua bagi Ernest meskipun tidak seluruh tanggung jawab dan peran orang tua berpindah ke tangan mereka, tetapi dengan memberikan kepedulian pada Ernest membuat pria itu menyadari akan nyatanya kasih sayang dari mereka.
"Den Ernest mau minum teh atau susu?" Sejenak Bi Surti meninggalkan sapu lidinya. Wanita paruh baya itu lantas mencuci tangannya yang kotor di kran, tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Tolong bawakan green tea ke kamar ya, Bi!" pinta Ernest.
Bi Surti mengangguk lantas melangkah ke dapur ketika Ernest asyik mengobrol dengan Mang Ujang.
"Mang Ujang pernah nggak sih jatuh cinta pada pandangan pertama?" Iseng Ernest lemparkan pertanyaan itu pada Mang Ujang.
Mang Ujang yang tengah sibuk memotong rumput seketika menoleh ke arah Ernest. "Hayo Den Ernest lagi jatuh cinta sama bidadari yang mana lagi, nih?" goda Mang Ujang, "padahal kemarin baru saja putus, sekarang sudah nemu yang baru. Memang ya kalau orang ganteng itu gampang cari jodoh!" celetuk Mang Ujang.
"Ah, Mang Ujang ini ada-ada saja. Mau ganteng atau enggak, jodoh itu akan tetap datang kok. Yang terpenting usaha untuk mendekatinya," ucap Ernest sembari menyenggol bahu Mang Ujang.
"Dulu, waktu masih muda, Mang Ujang juga pernah jatuh cinta pada pandangan pertama. Mang Ujang jatuh cinta sama anaknya Pak Lurah, tetapi karena kastanya lebih tinggi perasaan Mang Ujang lambat laun jadi kandas. Kadang-kadang cinta pada pandangan pertama itu punya rintangan tersendiri, Den. Kita nggak pernah tahu apa yang ada di dalamnya karena cinta pada pandangan pertama hanya mengandalkan objek abstrak yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Padahal ada yang lebih penting dari itu ...." Mang Ujang menepuk-nepuk dadanya. "Hati, hati adalah kunci dari mengagumi. Kalau yang kita kagumi berhati busuk, alhasil bukan cinta yang kita dapat melainkan kemunafikan."
Ernest mengangguk kagum. "Nggak salah Ernest konsultasi masalah percintaan sama Mang Ujang," katanya sambil tertawa kecil.
Mang Ujang ikut tertawa seraya menepuk pundak Ernest. "Asal Den Ernest tahu, ya. Mang Ujang itu gelarnya S.P.C."
"S.P.C? S.Pd. kali, Mang."
"Bukan S.Pd., tetapi S.P.C. Sarjana Penakluk Cinta."
Ernest dan Mang Ujang lantas tertawa. Obrolan receh ini setidaknya mengembalikan sedikit energi Ernest. Sebenarnya Ernest juga bukan cowok yang lihai mengambil hati wanita, tetapi karena kerap mendengarkan cerita-cerita masa muda Mang Ujang Ernest jadi mengerti bagaimana cara menghadapi perasaannya. Lagi pula tak ada seorang pun yang bisa ia ajak mengobrol kecuali Mang Ujang. Bahkan keputusan untuk putus dengan sekar beberapa minggu yang lalu pun juga di bawah saran dan masukan Mang Ujang.
"Ya, sudah, Mang. Ernest mau masuk dulu," pamit Ernest mengakhiri obrolan.
***
Ernest rebahkan tubuh lelahnya di atas kasur yang empuk. Sejenak ia rilekskan otot-otot yang terlalu letih berkegiatan selama tiga hari. Ernest rasakan sejuknya belaian angin yang menelusup lewat jendela. Aroma teh hijau buatan Bi Surti dibawa terbang oleh hembusan angin sehingga menguar di seluruh penjuru kamar. Ernest menyandarkan diri pada punggung dipan. Ia nikmati secangkir teh hijau panas yang terletak di atas nakas. Tenggorokannya terasa sedikit lebih hangat setelah dialiri secangkir teh hijau.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERANA
Teen FictionDerana adalah simbol kondisi dari seorang gadis manis bernama Emma yang begitu ambisius demi mendapatkan cinta dan kasih sayang orang-orang terdekatnya. Dalam perjalanan hidupnya yang begitu sulit dan penuh keresahan, ia beruntung karena dipertemuka...