Terjebak Lowongan Pekerjaan

14 4 0
                                    

Sesuai dengan informasi alamat dan waktu yang tertera di iklan lowongan pekerjaan kemarin, sore ini Emma ditemani kedua sahabatnya menuju ke lokasi itu. Sore ini hujan turun tak terlalu lebat, tetapi cukup membuat Emma merasakan dingin yang menjalar. Emma sengaja memakai pakaian yang agak tebal untuk melindungi kulitnya dari udara dingin yang menusuk-nusuk. Berbekal keberanian dan gitar usang yang ia beli di toko loak lima tahun yang lalu, Emma meyakinkan hatinya untuk tetap teguh dan fokus pada pekerjaan yang akan dilamarnya. Meskipun ia tahu dan kenal sekali dengan alamat tempatnya akan melamar pekerjaan. Alamat yang sedapat mungkin ingin dia hindari. Sekarang mustahil baginya untuk menghindari tempat itu. Emma hanya bisa berharap semoga ketidaksengajaan yang terjadi di minggu lalu tidak memiliki keterikatan apa pun dengan cowok paling menyebalkan yang pernah Emma jumpai.

Hujan semakin deras tatkala Emma, Hanfa dan Gita tiba di sebuah kedai kopi sesuai dengan petunjuk alamat di iklan lowongan pekerjaan yang Gita dapat di sebuah akun media sosial khusus pencari lowongan pekerjaan. Mereka cukup heran karena meskipun pintu kedai kopi itu bertuliskan OPEN sangat sepi, padahal hari ini adalah tenggat waktu pendaftaran sekaligus unjuk kemampuan bagi para pendaftarnya. Tak mau menghabiskan waktu, ketiga bersahabat itu langsung turun dari mobil.

"Git, kamu saja gih yang masuk!" suruh Emma.

Gita melolot kaget mendengar perintah Emma. "Loh, yang mau kerja 'kan kamu. Kenapa harus aku yang masuk duluan? Sudahlah ayo, kita masuk bareng-bareng!" Gita menarik lengan kedua sahabatnya itu.

Emma menghempas tangannya sesegera mungkin sebelum diseret masuk ke kedai kopi. "Duh, kamu nggak curiga apa? Katanya hari ini tenggat pendaftaran sekaligus unjuk kemampuan bagi para pendaftar, tetapi ini malah sepi banget. Nanti kalau ternyata kita salah alamat bagaimana? Sudah terlanjur masuk, kena tipu, nggak beli pula. Malu, Git. Mending kamu saja yang masuk buat mastiin," saran Emma, "lagi pula informasi lowongan pekerjaan ini 'kan dari kamu."

Gita bergidik ngeri setelah mendengar penjelasan Emma. Yang dikatakan Emma ada benarnya juga. Nyali Gita berubah ciut seketika. "Issh, kalau gitu aku nggak mau masuk. Kalau beneran penipuan gimana? Terus yang di dalam itu penculik. Aku nggak mau disekap. Entar kalau aku teriak kalian juga nggak akan dengar 'kan lagi hujan, berisik." 

"Ah, kalian ini sama saja, ya! Ya, sudah biar aku saja yang masuk untuk memastikan," ucap Hanfa lalu masuk ke kedai kopi itu untuk menemui pemiliknya. 

Hanfa tak sama hal dengan Emma dan Gita. Tak tersirat dalam pikirannya bahwa lowongan pekerjaan ini adalah penipuan karena setiap lowongan pekerjaan yang diunggah oleh akun media sosial yang Gita tunjukkan kemarin selalu melalui proses seleksi sehingga kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. Hanfa menuju meja bar peracikan kopi, di sana seorang pria sedang berdiri memunggunginya. 

"Permisi, Mas. Saya mau tanya, kedai kopi ini sedang membuka lowongan pekerjaan, ya?" tanya Hanfa terus terang.

Merasa ditanya oleh Hanfa, pria itu berbalik badan. "Iya, Mas. Benar ...." Ketika keduanya beradu pandang, Hanfa dan pria itu saling tunjuk. 

"Loh, kamu!" seru mereka hampir bersamaan.

Tanpa ingin mendengarkan penjelasan lebih lanjut, Hanfa langsung meninggalkan kedai kopi itu. Ia melangkah keluar lantas mengajak kedua sahabatnya untuk pergi meninggalkan kedai kopi ini. Emma dan Gita yang tidak tahu apa-apa hanya menurut. Mereka pikir, dugaan Emma benar. Namun, belum sempat kaki mereka melangkah jauh dari teras tiba-tiba si empunya kedai kopi mencegah mereka untuk pergi. Emma, Hanfa dan Gita lnatas menoleh. 

"Loh, Kak Ernest?!" seru Gita. Suasana hati gadis itu berubah riang ketika mengetahui bahwa pemilik kedai kopi ini adalah kakak tingkatnya di kampus.

"Kalian mau apa ke mari?" tanya Ernest yang sudah amat familiar dengan wajah-wajah mereka karena permasalahan dengan Sekar di hari  berakhirnya Malam Akrab. "Kamu? Ngapain kamu bawa-bawa gitar?" Pertanyaan Ernest kali ini tertuju pada Emma.

DERANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang