Suara petikan gitar sejak tadi pagi memenuhi ruang kamar yang tak terlalu luas itu. Di atas kursi yang menghadap jendela, Emma sibuk memetik dawai-dawai gitar. Berpindah dari satu lagu ke lagu lainnya. Mendaftar lagu apa saja yang ingin ia nyanyikan di atas panggung kedai kopi Ernest nanti. Meskipun sudah mendaftar beberapa lagu yang Emma kira cocok untuk menghidupkan suasana kedai kopi, ia masih merasa terkungkung dengan saran yang Ernest berikan seminggu yang lalu. Jemarinya kini berkutat pada tangga nada lagu-lagu milik Adele, mulai dari Someone Like You, Don't You Remember, Hallo, dan When We Were Young. Semua lagu itu memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. Tak ada yang mudah, semudah pesan yang Ernest kirimkan seminggu yang lalu. Emma terus mengulang chord lagu-lagu milik Adele, berharap hari ini ia bisa menyajikan lagu itu untuk para pelanggan kedai kopi Ernest.
Merasa bosan karena tak kunjung menguasai chord lagu-lagu tersebut, Emma beralih merebahkan diri di atas kasur. Gitar tua miliknya juga turut ia rebahkan di sebelahnya. Hari-hari setelah kepergian Hanfa terasa lebih berat. Meskipun masih ada Gita, Emma tak dapat memungkiri kalau kekuatannya berkurang satu. Entah sedang apa Hanfa saat ini, ia tidak dapat menghubungi pria itu setiap waktu. Emma yakin Hanfa pasti juga merindukannya, merindukan semua orang yang menyayanginya di sini. Sayangnya, rindu hanya tinggal rindu. Sekarang rindu tak lagi mudah untuk diobati. Rindu menjelma menjadi penyakit tanpa penawar.
Emma menatap khidmat langit-langit kamarnya. Tersenyum simpul ia mengingat kebersamaan yang menyenangkan bersama Hanfa. Baginya, Hanfa adalah pria terbaik yang pernah ia jumpai. Dia yang paling dewasa di antara persahabatan mereka bertiga. Dia adalah rumah yang paling nyaman untuk disinggahi, paling sabar menghadapi pertengkaran antara Emma dan Gita. Dia adalah pria yang ideal menurut Emma. Parasnya rupawan, dia cerdas dan pekerja keras. Emma yakin di tempat baru pun, Hanfa akan mudah beradaptasi dan diterima oleh siapa saja.
Mengenang Hanfa, Emma jadi ingat lagu favorit Hanfa yang tiap kali dia dengarkan lewat earphone. Hanfa merupakan fans garis keras Om Iwan Fals. Semua lagu karya beliau selalu menjadi playlist harian yang tak bosan ia dengar. Lagu favoritnya adalah Sore Tugu Pancoran. "Biar pun terdengar pilu, tetapi lagu ini punya makna yang dalam." Begitu jawaban Hanfa ketika ditanya kenapa dirinya tak pernah bosan memutar lagu-lagu karya Om Iwan.
Ada satu lagu lagi yang selalu menduduki urutan kedua setelah lagu Sore Tugu Pancoran yaitu Buku Ini Aku Pinjam. Dulu, kali pertama Emma membeli gitar, Hanfa suka sekali meminjam gitar Emma lalu mendendangkan lagu ini bersama. Katanya, lagu ini mirip dengan kisah awal perjumpaannya dengan Emma. Sebelum bersahabat sedekat ini, Emma dan Hanfa memang kerap tak sengaja bertemu dan beradu tatap di kantin dan halte lalu hubungan mereka semakin erat ketika Hanfa meminjam buku catatan Emma untuk disalin kembali. Kala itu, Hanfa lupa mengerjakan rangkuman materi PPKN, oleh Bu Mardani dirinya ditugaskan untuk meminjam buku catatan seorang siswi jurusan bahasa bernama Emma karena catatan Emma memang terkenal rapi dan lengkap. Siang itu, saat jam istirahat makan siang, pergilah ia seorang diri ke kelas bahasa. Di sanalah untuk yang pertama kalinya Emma dan Hanfa saling sapa.
"Sepertinya kita sering ketemu." Kalimat itu diucapkan hampir bersamaan oleh Emma dan Hanfa saat pertama kali jumpa. Walaupun mereka sering berjumpa secara tak sengaja di kantin dan halte, tetapi tak sekalipun menyapa atau berkenalan sehingga hari itu mereka kaget karena bertemu lagi secara tidak sengaja.
Emma meraih gitarnya, kerinduannya pada Hanfa menggerakkan jemarinya untuk mendendangkan lagu-lagu karya Om Iwan.
"Dia tahu dia rasa
Maka tersenyumlah kasih
Tetap langkah jangan hentikan
Cinta ini milik kita."
***
Sore yang mendebarkan itu pun tiba. Di samping panggung mini kedai kopi Ernest, Emma memainkan jemarinya, gugup. Sudah berkali-kali ia mendapatkan tatapan tajam dari Ernest, kode untuk segera memulai pekerjaannya. Emma hanya mengeluh dalam hati. Ia butuh waktu untuk mengatur debar jantungnya supaya tidak menimbulkan getar ketika menyanyi nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERANA
Teen FictionDerana adalah simbol kondisi dari seorang gadis manis bernama Emma yang begitu ambisius demi mendapatkan cinta dan kasih sayang orang-orang terdekatnya. Dalam perjalanan hidupnya yang begitu sulit dan penuh keresahan, ia beruntung karena dipertemuka...