Hari ini Emma hampir saja telat masuk kampus. Alarm yang ia pasang di atas nakas ternyata tidak mempan membangunkannya. Semalam Emma tidur larut sekali. Letih sisa kemarin memaksa tubuhnya untuk memaksimalkan tidur. Alhasil hari ini ia terlambat bangun.
Emma bergegas cuci muka dan gosok gigi. Ia tidak bisa membuat waktu menunggu. "Mana sempat mandi!" gerutunya sambil terus menggosok deretan giginya.
Usai cuci muka dan gosok gigi, Emma berganti pakaian. Tak lupa ia semprotkan parfum sebanyak yang ia mau. Ia tak ingin teman-teman sekelasnya mencium aroma busuk dari tubuhnya yang tak sempat mandi pagi ini.
Emma memasukkan buku dan laptopnya dengan cepat ke dalam tas saat jam beker di atas nakas menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit. Tak lupa ia sambar ponselnya yang terbaring di atas nakas dekat jam beker lantas keluar kamar sembari memanggil-manggil ibu. Ternyata sudah tidak ada siapa pun di rumah selain dirinya. Bapak dan Ibu sudah ke pasar mengurus kios sedangkan Adi berangkat ke sekolah seperti biasa. Emma teringat sore ini adalah jadwal pertandingan futsal adiknya. Ia lirik rak sepatu di sudut ruangan, sepatu futsal berwarna abu-abu tak ia temukan di situ.
"Apakah Adi terpaksa mengenakan sepatu jebolnya?" tanya Emma dalam hati. Ada sedikit sesal yang menjalar di hatinya. Tega sekali ia sebagai kakak membiarkan adiknya memakai sepatu jebol untuk pertandingan futsal paling membanggakan yang Adi tunggu-tunggu selama ini.
***
Emma sampai di kelas lima menit setelah Pak Mulyadi, dosen mata kuliah linguistik masuk. Pagi itu hanya ada satu kursi kosong yang tersisa. Kursi itu berada di deret nomor tiga dekat seorang pria yang tengah asyik mengurak-atik layar gadgetnya. Setelah Emma meminta maaf atas keterlambatannya, Pak Mulyadi segera mempersilakannya duduk. Emma langsung menuju ke satu-satunya kursi yang tersisa.
"Koordinator kelas, kok, telat!" sindir pria yang duduk di sebelah Emma.
Emma yang baru saja mendaratkan diri di kursinya tiba-tiba mendelik, terkejut. Ia kenal betul pemilik suara itu. Emma segera menoleh ke arah pria yang baru saja menyindirnya. Ia hampir tak percaya. Betapa terkejutnya ia ketika tahu bahwa yang di sebelahnya adalah Ernest.
"Biasa saja kali ngelihatinnya!" Ernest menyapu wajah Emma dengan telapak tangan kanannya.
Emma jauh lebih terkejut ketika Ernest berani betul menyentuh wajahnya. Spontan ia layangkan pukulan ke bahu pria itu. Tak main-main pukulan itu keras sekali hingga menimbulkan bunyi yang membuat semua orang menoleh ke arah mereka. "Nggak sopan! Jaga sikap kamu, ya!" Emma menuding Ernest menggunakan jari telunjuknya.
"Apa-apaan, sih, kamu?" tanya Ernest sambil meringis kesakitan. "Yang nggak sopan, tuh, situ! Main mukul orang lain!"
"Yang mulai duluan siapa, ha?" tanya Emma setengah berbisik, tetapi penuh penekanan. "Ngulang saja belagu!"
"Apa katamu?!" Kini giliran Ernest yang terperanjat. Ia kesal dikatai sebagai mahasiswa yang mengulang mata kuliah. "Asal kamu tahu, ya ...."
"Ernest, Emma, ada apa? Saya perhatikan dari tadi kalian ribut?" tanya Pak Mulyadi membelah keributan antara Emma dan Ernest.
"Emm, maaf, Pak. Ada ... ke ... kesalahan kecil ta ... tadi," terang Emma agak gugup.
Setelah teguran itu, Emma mencoba untuk fokus mendengarkan penjelasan Pak Mulyadi. Ia juga menggeser kursinya sedikit lebih jauh dari Ernest. Ia enggan menghancurkan mood belajarnya pagi ini. Sudah cukup paginya berantakan di rumah. Jangan sampai hari-harinya di kampus juga berantakan karena harus berhadapan dan meladeni tingkah si kutu beras itu.
Seperti biasa, Pak Mulyadi menjelaskan materi menggunakan slide-slide presentasi yang ditampilkan di layar proyektor. Template presentasi yang digunakan masih sama seperti yang kemarin. Polos dan membosankan. Meskipun sedari tadi Emma menyimak materi Pak Mulyadi, tetapi ia tidak dapat memungkiri kalau cara mengajar beliau sangatlah kuno dan membosankan. Gaya belajar seperti ini menurutnya sudah jarang diminati oleh para mahasiswa.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERANA
Teen FictionDerana adalah simbol kondisi dari seorang gadis manis bernama Emma yang begitu ambisius demi mendapatkan cinta dan kasih sayang orang-orang terdekatnya. Dalam perjalanan hidupnya yang begitu sulit dan penuh keresahan, ia beruntung karena dipertemuka...