06

22 2 0
                                    

SREKKK!!!

Eiji tersentak dan semakin menunduk sembari menangis karena gambar desain pakaian yang ia buat di sobek oleh ayahnya.

Tuan Kajiyashiki merobek kertas-kertas itu penuh amarah dan melemparnya ke lantai, "Semua ini untuk perempuan!! Seharusnya kau keluar dan melakukan kegiatan fisik seperti kakakmu! Bukannya berkutat di rumah dengan semua hal-hal ini!!" Serunya pada putra bungsunya.

Eiko di ambang pintu kamar Eiji menunduk takut juga.

Eiji hanya bisa terisak sembari menyeka air matanya.

Tuan Kajiyashiki menghembuskan nafas kesal, lalu berjalan cepat keluar dari kamar Eiji.

Eiko menyingkir dari pintu, membiarkan ayahnya pergi dulu, lalu segera menghampiri

Eiji terduduk di lantai memunguti serpihan kertas yang berserakan.

Eiji memandang Eiko yang duduk di hadapannya.

Eiko menatap Eiji prihatin, lalu ikut memunguti kertas-kertas di lantai.

Eiji menyeka air di pipinya dan meneruskan memunguti kertas-kertas itu.
Keesokan harinya.

Eiko membuka pintu kamar Eiji dan menemukan saudaranya itu tidur membelakangi pintu, ia melangkah masuk dan menutup pintu. Ia naik ke tempat tidur dan berbaring miring di belakang saudaranya itu, tangannya memeluk pria itu hangat.

Eiji masih sangat sedih karena kejadian kemarin, jadi memutuskan untuk berada di kamar saja seharian.

"Kau belum makan." Ucap Eiko memberitau.

Eiji menyeka air matanya, "Aku tidak berselera makan."

Eiko mengangkat kepalanya dan menyandarkan dagu ke lengan Eiji agar bisa memandang wajah saudaranya itu, "Humm... Ayo makan dulu.." bujuknya.

Eiji menggerakkan tubuhnya sedikit untuk menghindari Eiko dan menggeleng.

Eiko mengguncang-guncang tubuh Eiji, "Eiji.." bujuknya.

"Tidak ingin makan.." jawab Eiji lesu.

Eiko berpikir sejenak, "Ummm... kau ingin tau caranya kau tetap bisa menggambar desain baju tanpa ketahuan ayah?"

Eiji diam dulu mendengar itu, lalu melirik Eiko. Tampak antusias, "Bagaimana?"

Mata Eiko menyipit, "Kau harus berjanji dulu akan turun makan bersamaku sebelum aku memberitaumu."

Eiji menyatupkan bibirnya tidak yakin, "Benaran?"

Eiko mengangguk membenarkan, "Aku bisa jamin ayah pasti tidak akan tau."

Eiji berpikir dulu, lalu menyodorkan jari kelingkingnya pada Eiko. "Aku berjanji."

Eiko bergerak duduk dengan senyuman cerah di bibirnya, lalu mengaitkan jari kelingking mereka.

Eiji ikut bergerak duduk dan menatap Eiko menunggu apa yang akan saudarinya itu sampaikan. "Apa idenya?"

Eiko menatap Eiji penuh percaya diri, "Nanti kau gunakan buku musikku yang lama, ganti isinya dengan kertas desainmu. Jadi... ayah tidak akan berpikir itu buku sketsa, ayah hanya akan berpikir itu buku musikku." Jelasnya.

Eiji terlihat sangat menyukai ide itu, matanya berbinar dan menatap Eiko lekat, "Ohh.. benar juga."

Eiko tersenyum bangga, "Ya kan? Aku pintar kan?"

Eiji tersenyum lebar dan mengangguk membenarkan, "Kau cerdas sekali!" Ia langsung memeluk saudarinya.

Eiko memeluk Eiji senang, "Naaah... sekarang ayo turun dan makan bersamaku." Ajaknya.

Eiji melepaskan pelukannya dan mengangguk setuju, lalu turun dari tempat tidur.

Eiko turun dari tempat tidur Eiji dan bergandengan tangan dengan saudaranya keluar dari kamar.

—————————
Terima kasih sudah membaca tulisanku, jika kamu suka silahkan simpan ceritaku ke list-mu agar mendapatkan notifikasi ketika ceritanya update dan jangan lupa vote & komen.

Love, Wednesday Hwang ♥️
—————————

FiancéeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang