25

15 2 0
                                    

Yoshihiro berjalan menuju pintu kamar tamu tempatnya menginap di rumah keluarga Kajiyashiki, langkahnya terhenti melihat pintu balkon terbuka. Ia melirik sekitar dan memeriksa kesana mengapa pintu itu terbuka.

Benjiro sedang menikmati waktunya seorang diri disana menoleh mendengar seseorang mendekat.

Yoshihiro tertegun ternyata ada Benjiro disana, ia langsung membungkuk sopan. "Oh.. maaf, kak."

"Sudah selesai?" tanya Benjiro.

Yoshihiro mengatupkan bibirnya dan mengangguk membenarkan.

Benjiro mengangguk mengerti, "Eiji sepertinya tidak terlihat sedih lagi." ucapnya, terdengar lega.

Yoshihiro tersenyum canggung, "Ya, dia sangat fokus pada persiapannya untuk kuliah." jawabnya, "Sesekali dia masih sempat video-call dengan Eiko."

Benjiro tersenyum lega menatap Yoshihiro, "Eiko dan Eiji tidak terpisahkan sejak lahir, kami semua khawatir mereka berdua akan kesulitan beradaptasi jika Eiko berangkat ke Amerika. Tapi sepertinya karena yang satunya merasa nyaman, yang satunya juga merasa nyaman." jelasnya dengan tatapan menggoda pada pria itu.

Yoshihiro tidak tau mengapa ia tersipu mendengar ucapan Benjiro.

Benjiro memutar tubuhnya dan bersandar ke pagar pembatas balkon untuk menatap Yoshihiro lebih jelas, kedua tangannya terlipat di dada. "Melihat bagaimana kalian berinteraksi, aku harus berterima kasih karena kau berani bersuara menolak pertunanganmu dan Eiko." Ucapnya memulai, "Jika kau tidak bersuara, kedua adikku pasti tidak akan senang seperti ini."

Yoshihiro mengatupkan bibirnya dulu, lalu tersenyum tipis. "Aku sudah menuruti semua yang orangtuaku inginkan sejak aku lahir, aku di persiapkan untuk menjadi tunangan seseorang. Sebelumnya aku tidak pernah merasa semua itu berat, hingga aku menyadari... aku lebih ingin mengenal Eiji lebih." Ucapnya jujur, "Untuk pertama kalinya aku tidak ingin melakukan apa yang orangtuaku inginkan lagi. Jika aku bertunangan dengan Eiko, aku pasti akan menyesal seumur hidupku."

Benjiro diam dulu mencerna ucapan itu, senyuman muncul di bibirnya. Lalu mengangguk mengerti, "Kau tidak akan menyesali keputusanmu memilih Eiji?"

Yoshihiro menggeleng tanpa ragu, "Aku dan Eiji sudah terikat takdir sekarang, jadi..." ia berusaha menahan senyuman yang akan mengembang.

Benjiro menatap Yoshihiro lucu, "Kau terlihat senang karena Ramalan Buruk itu.."

Yoshihiro memandang ke bawah menahan malu.

Benjiro geleng-geleng kepalanya, "Istirahatlah.. kau pasti lelah sudah menghibur Eiji seharian." Ucapnya.

Yoshihiro tersenyum malu, ia membungkuk sopan. "Selamat istirahat, kak." Pamitnya, lalu berbalik dan berjalan pergi.

+++

Eiji mengenakan Kimono sutra dengan motif khusus yang sama dengan yang dikenakan Yoshihiro hanya ikut melangkah di jalan setapak saat di tarik pria itu menjauh dari lokasi acara adat yang diadakan di sebuah Kuil tempat biasa keluarga mereka berdoa.

Yoshihiro menoleh ke belakang sambil terus berjalan, tangannya memegang tangan pria itu erat.

"Kita akan kemana?" tanya Eiji penasaran.

Yoshihiro tersenyum, lalu berbelok ke sebuah jalan setapak lain.

Eiji mendongak memandang pepohonan yang berjejer indah di sisi kiri dan kanan jalanan, namun pohon yang tinggal ranting gundul itu bukan sembarangan pohon. "Ini pohon Sakura?" tanyanya tak percaya.

Yoshihiro masih menarik Eiji hingga ke ujung jalan setapak, ada sebuah danau kecil asri yang terlihat indah.

Mata Eiji membesar tak percaya, "Wuaaaaah... cantik sekali!"

Yoshihiro tersenyum lebar melihat reaksi Eiji.

Eiji menatap Yoshihiro tak percaya, "Ada tempat seperti ini?"

"Ini tempat rahasiaku untuk kabur sejenak dari semua perhatian orang..." jawab Yoshihiro, ia mengedarkan pandangan sejenak, tak lama kembali memandang Eiji. "Kau orang pertama yang kubawa kemari."

Bibir Eiji membentuk senyuman mendengar ucapan Yoshihiro.

—————————
Terima kasih sudah membaca tulisanku, jika kamu suka silahkan simpan ceritaku ke list-mu agar mendapatkan notifikasi ketika ceritanya update dan jangan lupa vote & komen.

Love, Wednesday Hwang ♥️
—————————

FiancéeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang