Lily of the Valley

113 46 27
                                    

Pasti sudah tidak asing di telinga tentang kata-kata mutiara orang atau sekelompok orang "sukses" berkata, "Kerja keras adalah kunci kesuksesan." Atau kalimat semacam "Saya memulai bisnis ini dari nol sampai bisa seperti sekarang, tidak lepas dari kerja keras."

Do you believe that?

Me, never.

Justru aku merasa kalimat-kalimat sejenis itu seperti menampikkan campur tangan Tuhan. Not me trying to be religious here, but let's talk about it. Sekeras apa pun berusaha, kalau Tuhan belum kasih jalan, lantas manusianya bisa apa? Dan satu hal lagi, kesempatan juga merupakan jalan dari "kesuksesan" itu.

Aku pernah baca thread seorang pebisnis sukses di Twitter—it's X nowadays, tapi kata 'Twitter' lebih nyambung di otakku—menceritakan bagaimana dia bisa mendulang rupiah hanya dengan berjualan ayam potong. Senada dengan kalimat yang kumaki-maki di atas barusan, dia juga menyebut bahwa dia memulai usahanya dari nol. Tapi, tahu apa yang menarik? Dia juga bercerita bahwa awal membuka usaha ayam potong ketika dia menemukan kios kosong yang bisa dia gunakan secara cuma-cuma. He doesn't even need to pay a cent for the rent!

Bukankah itu yang lebih pantas di-highlight ketimbang "memulai usaha dari nol"? Tidak semua manusia di muka bumi ini bisa menemukan kios kosong yang bisa digunakan secara gratis tanpa dipungut biaya apa pun. Kios kosong gratis itu modal pertamanya, jadi dia bukan berangkat dari nol.

Itulah yang kumaksud jalan dari Tuhan. Dia memberi banyak jalan, lalu tantangannya adalah bisakah umatnya menemukan jalan itu, kemudian memanfaatkannya dengan baik dan benar? Selanjutnya, ya bisa ditebak apa yang akan terjadi sesuai perlakuannya terhadap jalan tersebut.

Again, I'm not a preacher.

Memandangi interior flower studio yang dulunya hanya ruko kosong tak berpenghuni ini, dan enam bulan terakhir malah jadi taman bunga, membuatku merasa mempunyai pengalaman yang mirip dengan si pengusaha ayam potong tadi. Sama-sama mendapat modal pertama dengan mudah. Ruko ini awalnya dijual, lalu karena tak kunjung laku, si pemilik mau-mau saja ketika kutawar untuk disewa. Walaupun bukan milik sendiri, setidaknya untuk langkah awal, kurasa ini sudah lebih dari cukup.

Tidak pernah terbayang sebelumnya aku benar-benar berkutat di bidang ini. Mengawali usaha sendiri setelah lima tahun bergantung dari gaji tetap setiap bulannya, tentu bukan pekara gampang. Trial and errors berulang kali terjadi di dua bulan pertama.

Salah ambil kertas. Salah ambil pita. Lebih parah lagi salah ambil jenis bunga. Salah memasukkan obat tanaman ke dalam vas kaca. Salah alamat pelanggan. Dan banyak salah-salah lainnya.

Flashback lebih jauh, bagaimana mengatur ruko ini jadi lebih tertata, lebih menarik, lebih nyaman, agar bisa lebih "menjual" di mata calon pelanggan. Adrian dengan sigap mengambil posisi sebagai tukang cat, berkolaborasi dengan Mas Bas. Kedua pria tinggi itu menyempatkan waktunya setiap sore untuk mengoreksi apa yang sudah dikerjakan tukang bangunan yang kusewa, bahkan tidak jarang mereka juga ikut berlumuran cat di awal renovasi.

Aku dan Vania bertugas mengatur interior dan eksteriornya. Browsing Pinterest dan Google setiap hari. Baca beberapa buku tentang toko bunga dan perintilannya. Kemudian pelan-pelan mulai membeli perlengkapan yang dibutuhkan.

Semua dikerjakan ketika ketiganya ada waktu senggang. Jelas aku tidak bisa menuntut lebih dari itu, 'kan? Mereka juga punya pekerjaan masing-masing.

Semua proses itu rasanya baru kemarin dimulai. Rasanya baru kemarin Adrian dengan kening bermandikan keringat, minta aku suapin es krim coklat di tengah tugas mengecatnya. Rasanya baru kemarin aku memaksa ikut mengecat dinding bagian bawah walau dilarang oleh Adrian. Rasanya baru kemarin pria berambut ikal dengan kulit kecoklatan itu membawa empat bungkus nasi padang ke toko, yang kemudian kami berempat makan dengan lesehan beralaskan koran ketika ruko masih berantakan.

Pintu Merah Jambu  [Best Seller PENSI Vol.7 by Teori Kata Publishing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang