Lavender

61 23 32
                                    

Pernikahan.

Satu kata yang memang sensitif di telingaku. Setelah cukup mengerti akan situasi yang terjadi antara Ayah dan Bunda, dan mulai memahami kenapa Bunda selalu menyempatkan waktu bergumul dengan tanaman-tanaman hias di Kebun Raya Bogor Mini di rumah sebelum menenggelamkan diri di usaha catering-nya, aku sudah bukan Adira polos yang punya mimpi bertemu pangeran baik hati.

Cinderella, Snow White, Little Mermaid, dan dongeng lain yang mengusung kisah romantis si putri cantik dan si pangeran tampan yang selalu berakhir dengan 'and they live happily ever after' adalah penyebab utama semua perempuan di muka bumi bermimpi bertemu pangerannya masing-masing, kurasa. Setidaknya yang aku tahu begitu, ya. Mungkin ada yang tidak suka dongeng macam itu sejak kecil. Who knows? Tapi, yang mau aku bilang adalah dongeng sejenis itu yang menciptakan fantasi di kepalaku bahwa kalau jadi orang baik, nanti ketemunya sama pangeran tampan nan baik hati, tulus mencintai dan menyayangi. Kenyataannya? Ayah meninggalkan Bunda demi wanita lain. Apa itu artinya Bunda bukan orang baik yang layak mendapat cinta sejati? Lantas apa jadinya denganku kalau menjaga persahabatan saja tidak becus, dan dianggap tidak tulus menyayangi si sahabat? Jangankan pangeran tampan dan baik hati, orang biasa seperti Adrian pun jengah dengan sikapku. Berarti aku tidak sebaik itu untuk mendapat kasih sayang tulus?

Look at him now. Senyumnya mengembang walau ada rasa gugup yang terpancar dari sorot matanya. Hah, sorot mata yang terlampau sering kuperhatikan tiga tahun belakangan, ternyata bukan sorot mata untukku, ya? Come on, Adira, stop being pathetic!

Tugasku mengantar semua dekorasi resepsi, termasuk aksesoris yang dipakai, sudah rampung. Saat ini adalah detik-detik Adrian akan mengikrarkan janjinya pada Shella. Aku berdiri lumayan jauh dari meja akad, di sebelahku Mas Bas seperti siaga satu kalau-kalau perempuan melankolis di sebelahnya ini mendadak pingsan mendengar kata sah digaungkan satu ruangan.

Sejujurnya, pikiranku tidak seseratus persen itu ke acara ini. Tapi, sudah terbagi ke Vania, yang terlihat sekali menghindari kontak mata denganku. Dan juga memikirkan obrolanku dengan ibu-ibu di depan toko tadi sebelum berangkat.

"Iya, Bu Rumiyah itu, sudah lama beliau nggak ada."

Bulu kudukku meremang lagi.

Ada satu hal lagi yang perlu kupastikan. Tentang kondisi toko yang menurut si ibu itu sebelum kusewa penampakannya menyeramkan.

"Mas."

"Ya, Ra. Yuk, kita keluar, yuk."

Mas Bas merengkuh tanganku. Wajahnya cemas. Kukulum senyumku melihat respon cepat-tanggapnya, meskipun tidak sepenuhnya tepat.

"Lo laper, nggak?"

"Banget. Yuk, mau makan apa?"

Belum sempat aku menjawab, kedua mataku bertemu pandang dengan kedua mata teduh seorang wanita yang berjalan dari arah kamar rias pengantin. Badanku menegang menunggu dia mendekat.

"Adira," panggilnya dengan suara sedikit bergetar. Kusalimi punggung tangannya takzim. Biarpun anaknya sudah kurang ajar, tapi ibunya tidak salah.

"Sehat, Tante?" tanyaku. Kedua matanya terlihat berkaca-kaca.

"Sehat, sehat. Kamu? Oh, maaf. Tante nggak berhak tanya kamu sehat apa nggak setelah apa yang Adrian lakukan ke kamu."

"Eh, Tante, jangan nangis. Nanti make up-nya luntur." Aku buru-buru mengeluarkan selembar tisu begitu melihat air sudah siap menetes dari pelupuk matanya.

"Tante mewakili Adrian minta maaf ya, Adira. Kamu perempuan baik." Dia kemudian mendaratkan pelukannya. Erat, sambil berusaha menahan tangis. Tanpa dia tahu, aku sudah kejer dalam hati. Dulu waktu aku dan Adrian masih baik-baik saja, ada masa di mana aku mulai memikirkan pernikahan, dan membayangkan betapa bersyukurnya aku bisa mendapat mertua sebaik ibunya Adrian ini. Ayahnya juga, meskipun tidak terlalu banyak berinteraksi karena masih aktif bekerja sebagai dokter yang sering stand by di rumah sakit, beliau pun tidak menunjukkan gelagat aneh sebagai penerimaannya terhadap pacar anaknya ini.

Pintu Merah Jambu  [Best Seller PENSI Vol.7 by Teori Kata Publishing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang