77.... Pantai

1.9K 76 1
                                    

"Euumm maaf bukan bermaksud..." Javas tidak melanjutkan ucapannya, memilih menghindar lalu membenarkan dasi yang hampir mencekik leher.

Posisi mereka yang seperti ini sangat membuat kinerja jantung tidak aman, baik Javas dan Rinjani tentu saja merasakan gejolak yang tidak bisa mereka ucapkan.

Rinjani mengangguk, dia melihat Javas yang terus-menerus mengatur pernafasan.

Kenapa suasananya menjadi canggung? Padahal hanya adegan pelukan tidak disengaja, mereka sering melakukan yang lebih dari ini tapi setelah selesai tidak ada rasa canggung.

Mobil melaju membelah jalanan kota siang hari, terik matahari hampir sejengkal diatas kepala. Perjalanan kembali diisi kesunyian baik Javas atau pun Rinjani tidak ada yang mau memulai percakapan. Mungkin mereka masih canggung dengan kejadian tadi.

---

Kantor cupid lonestly

Rinjani tiba dikantor satu jam setelah mengantar Javas mengambil mobilnya. Dia berjalan pelan memasuki ruangan. Saat ini ditangannya terdapat map yang tadi  diberikan Javas. Map tersebut berisi salinan berkas tentang bentuk bangunan, denah dan lainnya.

"Jani,"

Sinta berlari kecil menghampiri saat melihat Rinjani masuk. Dari sorot matanya ada suatu kebahagian yang ingin dibagi tetapi sungkan karena alasan lain. Mungkin Sinta sedang bahagia karena telah jalan berdua dengan Rahadi tetapi dia tidak bisa leluasa bercerita takut akan kemarahan sahabatnya ini.

"Kamu dari mana?" ucap Sinta basa-basi.

Rinjani tidak menjawab, hanya melirik sekilas lalu kembali keruangan. Rinjani malas melihat sikap Sinta yang sekarang. Wanita itu terlihat banyak berbohong akhir-akhir ini, juga tidak fokus pada pekerjaan.

Karena tidak ada respon, Sinta mengejar Rinjani hingga keruangan. "Eh Jan tunggu."

"Kamu kenapa si?"

Rinjani masih tidak merespon, dia membuka laptop membaca beberapa email yang masuk.

Merasa diabaikan, Sinta menghentikan tangan Rinjani saat akan mengambil mouse. Keduanya beradu pandang, Sinta dengan tatapan tanyanya sednag Rinjani dengan tatapan tidak suka.

"Kamu yang kenapa!"

Kedua alis Sinta berkerut mendengar nada tinggi yang keluar dari mulut Rinjani, tidak biasanya sahabatnya  bicara dengan intonasi tinggi dengannya.

"Tadi kamu kemana? Aku meminta mu menyiapkan mobil malah menghilang!"

"A--aku ada urusan."

"Urusan apa? Bermesraan dengan suami orang di jalanan!"

"Jani... Kamu... Kamu..." Sinta tidak bisa berkata-kata, ternyata Rinjani sudah tahu tanpa ia memberitahunya.

Hanya tatapan sulit diartikan dari mereka berdua, terlihat seperti perang dingin. Rinjani menutup laptop mengemasi barang lalu pergi tidak mau terbawa emosi lebih jauh. Ia takut mengeluarkan kata yang bisa menyakiti hati Sinta.

Tetapi Sinta mencegah lengan, "Rinjani tunggu!"

Rinjani mengalihkan tangan Sinta dengan kasar, ia tetap melajukan langkah tanpa mempedulikan suara Sinta yang terus memanggilnya.

Rinjani tampak menaiki mobil dan tak berselang lama mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Sinta hanya bisa mendesah melihat mobil sport itu menghilang dari pandangan.

Meski Javas sudah pernah mengatakan untuk tidak membenci atau pun ikut campur urusan orang lain tetapi rasanya melihat Sinta kadar emosionalnya kembali naik. Apa salah jika Rinjani marah?

Cupid Lonestly 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang