107... Pregnant

1.8K 63 1
                                    

"Biar aku saja yang masak, kamu cukup duduk dan perhatian tunangan mu ini memasak, okay?" Javas mengedipkan sebelah mata mulai memotong daging.

Sambil menunggu Javas meracik daging, Rinjani mengirim pesan pada asisten rumah tangga yang pernah dia sewa untuk Sinta.

Jani : Bi apa Sinta sudah tidur? Bagaimana keadaannya?

Bi Ida : non Sinta sudah tidur, tadi juga sudah minum obat non. Tapi pandangannya selalu saja kosong terkadang menangis lalu tertawa.

Membaca balasan pesan membuat Rinjani melotot tajam, apa mentalnya separah itu sehingga menangis dan tertawa dalam waktu bersamaan?

Jani : tolong jaga Sinta ya bi, kalau ada apa-apa langsung hubungi saya.

Bi Ida : iya non siap.

Huft.. Rinjani menghela nafas kasar memijat pelipis yang mulai merasakan pusing. Ini kali kedua Sinta mengalami hal yang serupa, dulu dia juga hampir bunuh diri tapi berhasil dicegah oleh Barron. Apa mungkin Sinta akan melakukan hal yang sama lagi?

"Sayang, bisa tolong ambilkan sayurannya?"

Sepertinya Rinjani tidak mendengar karena sibuk dengan pikirannya, sampai Javas harus mengulang ucapannya beberapa kali.

"Sayang,"

"Ah ya,"

Javas mendekat karena khawatir tunangannya itu terus melamun.
"Kamu kenapa?"

"Eumm tidak, ini aku baru dapat pesan dari asisten rumah tangganya Sinta."

"Apa yang membuat mu sampai kepikiran huh?"

"Sinta mengalami tekanan mental, kadang menangis kadang tertawa."

"Kamu jangan khawatir biar besok aku yang ke rumahnya untuk memastikan keadaannya." Javas mengelus puncak kepala berusaha menenangkan.

"Eeumm oke."

"Ya sudah jangan melamun lagi. Ayo bantu aku potong dagingnya."

Rinjani mengangguk, keduanya melanjutkan acara masak dengan sesekali menggoda satu sama lain. Javas memang pintar merubah suasana sehingga kekhawatiran Rinjani bisa mereda meski hanya sebentar.

Pagi hari...

Javas sudah bersiap dengan pakaian kantor sedang Rinjani masih sibuk dikamar mandi. Untung lah pagi tadi Javas sudah menyiapkan sarapan sehingga mereka tidak terlambat berangkat kantor.

Pintu kamar mandi terbuka muncul Rinjani dari baliknya mengenakan kimono dan handuk melilit kepala. Rinjani menatap Javas dari ujung kepala hingga kaki dan tatapan itu berhenti di bagian dada yang mana kancing kemeja disisakan dua bagian.

Rinjani mendekat berjinjit menyamakan tingginya dengan Javas lalu menarik kerah kemejanya. Dikancinglah dua bagian itu lalu dipasang dasi dengan rapi.

Javas hanya nyengir memamerkan senyum misterius. "Thank you."

"Kamu sengaja kan mau menggoda wanita-wanita dikantor mu huh!" ucap Rinjani berkacak pinggang.

Javas tidak bisa tidak gemas, pasalnya Rinjani memasang wajah yang membuatnya ingin menciumnya lagi, lagi dan lagi.

"Kita sarapan sekarang atau aku yang makan kamu disini," ucap Javas dengan smirk mematikan.

Ya pasalnya tatapan itu seperti ingin menerkamnya sekarang juga apalagi senyum misterius itu membuat seluruh bulu kuduknya berdiri.

"Oke oke, aku ganti baju dulu."

"Lima menit atau tidak ada toleransi." Javas mengedipkan sebelah mata lalu keluar kamar.

Cupid Lonestly 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang