79.... Salah paham

1.7K 74 6
                                    

Selesai makan, mereka semua berkumpul diruang keluarga. Tempat yang jarang dikunjungi karena kesibukan masing-masing. Mungkin ini akan jadi momen bersejarah pasalnya selama mereka menjadi keluarga ini pertama kali mereka duduk bersama tanpa membicarakan pekerjaan.

Javas duduk bersebelahan dengan Rinjani, sedang Jasmine bersama Jeremy. Keempatnya bercerita tertawa sambil bermain teka-teki. Malam ini rumah yang semula sepi menjadi ramai kembali dengan kedatangan Javas dan Rinjani. Senyum merekah dari keempatnya menghidupkan suasana.

Jeremy melirik arloji, "Jasmine, sudah malam sebaiknya kamu tidur. Besok kan sekolah."

Rinjani bersuara melihat keterdiaman Jasmine. "Mau kak Jani temani?"

Jasmine mengangguk antusias. "Boleh boleh."

"Ayo." Rinjani dan Jasmine bergandeng tangan pergi ke kamar, tersisa Jeremy dan Javas disana.

Hening kembali menyelimuti, baik Javas dan Jeremy tidak ada yang mau memulai obrolan. Javas yang sibuk dengan ponsel sedang Jeremy yang masih memperhatikan wajah putra sulungnya.

"Bagaimana perkembangan kantor barunya Rinjani?" tanya Jeremy memulai obrolan.

Javas memasukan ponsel kedalam saku celana. "Aku dan Rinjani baru meninjau lokasinya. Mungkin proyek akan dikerjakan bulan depan."

"Bagus dong, berarti semua berjalan sesuai rencana mu."

Javas memamerkan senyum tipis, yang dikatakan Jeremy memang benar karena semua sesuai dengan apa yang dia mau. Pertama Javas membujuk Jeremy untuk mau menanamkan modal di perusahan yang baru dirintis Rinjani, yang kedua modal terbanyak ada pada Jeremy Javas hanya memiliki dua persennya saja. Dan semua perencanaan Javas lah yang terjun dibantu Roni.

"Javas, setiap kali kamu meminta sesuatu papa selalu memberikan. Jadi sekarang papa lah yang ingin minta sesuatu pada mu."

Kedua alis Javas terangkat, "Apa?"

"Turuti permintaan papa, jadilah pengacara Claudia."

Javas menghela nafas kasar memijat pelipis yang mulai merasakan pusing. "Pah dikantor ada banyak pengacara hebat, kenapa harus Javas lagi?"

Dengan senyum tipis dan juga intonasi suara pelan Jeremy bersuara. "Karena kamu pernah berjanji melepaskan wanita yang dulu bersama mu. Tidaklah kamu lupa akan janji itu?"

"Tapi pah?"

"Javas dengar! Kesepakatan antara kamu dan Bram adalah membiarkan Rinjani tetap aman atau mati ditangannya? Kamu memilih melepas Rinjani bukan?"

Javas mengangguk,

"Tapi sekarang, kalian terlihat kembali bersama. Yang mana itu mengingkari kesepatakan. Bram bisa saja melakukan apa pun demi tujuannya."

Javas mengusap wajahnya kasar, dia ingat betul tentang kesepakatan itu. Tapi masalahnya adalah, Javas tidak bisa membohongi dirinya bahwa dia tidak bisa jauh apa lagi melupakan Rinjani.

"Turuti permintaan papa, maka hubungan kalian akan aman."

"Ck! Kenapa papa selalu hidup dalam tekanan si brengsek itu! Apa papa takut tidak memiliki client seperti dia lagi?"

"Jika Bram tamat maka papa dan yang lainnya akan bernasib sama. Catat itu!"

Jeremy lalu pergi setelah mengingatkan putranya. Tersisa Javas di ruang keluarga seorang diri dengan mengacak rambutnya berkali-kali. Javas pikir urusan dengan Bram sudah selesai ternyata sampai kapan pun dia akan terus berurusan dengan bajingan mafia itu.

Javas mengirim pesan pada Rinjani, dia tidak betah berlama-lama ada disana.

Kita pulang, aku tunggu di mobil

Cupid Lonestly 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang