93... Big Mistake

1.1K 54 2
                                    

Pria itu mendekat kearah dimana Bram dan Javas tersungkur. Ia menempelkan jemari pada bagian leher juga denyut nadi memeriksa apakah bosnya masih hidup atau tidak. Denyut nadi masih berfungsi, Bram hanya terkena peluru saja. Pria itu beralih ke Javas mengecek nafas juga denyut nadi, ternyata kedua orang ini masih bisa diselamatkan.

Pria itu menyunggingkan senyum merasa tembakan pada dadanya kurang mengenai jantung, ia berdiri bersiap melakukan tembakan kedua kali tetapi suara seseorang membuatnya tidak jadi menarik pelatuk.

"Hentikan!"

Dia adalah tangan kanan Bram, berlari menuju kearah bosnya. Dia menggeleng tidak menyetujui jika sniper itu akan membunuh Javas.

"Jeremy bisa murka jika tahu anaknya mati ditangan kita. Pergilah biar aku yang urus ini semua."

Sniper itu lalu pergi mendapat perintah dari tangan kanan bosnya juga tugasnya sudah selesai meski gagal menjaganya dari tembakan.

Tangan kanan Bram menghubungi ambulans juga dokter pribadi Bram untuk segera datang ke lokasi kejadian. Setelahnya mengambil foto Javas yang tersungkur tidak berdaya. Sedetik kemudian ia mengirimkannya pada Jeremy.

"Anak muda, tidak seharusnya kau melakukan ini. Kau memulai perang yang sudah ditutup oleh ayah mu sendiri!" ucap tangan kanan Bram memegang tangan Javas demi memeriksanya apakah masih hidup nyawanya atau tidak.

Ponsel pun berdering, panggilan dari Jeremy yang membuat tangan kanan Bram tersenyum misterius.

"Dimana dia sekarang!" ucap Jeremy begitu panggilan tersambung.

Tangan kanan Bram mengubah panggilan ke video call yang menampilkan Javas terbujur tidak berdaya dengan banyak darah.

"Gudang penyimpanan tembakau!"

Panggilan terputus, Jeremy lah orang yang memutus panggilan. Dia marah pada apa yang sedang terjadi.

***

Rumah sakit..

"Dimana Javas?"

Armand yang sedang menyiapkan obat untuk bosnya menoleh. "Sejak tadi saya tidak melihatnya."

Tampak helaan kasar dari Jeremy tidak melihat putranya dalam beberapa jam ini. Jeremy khawatir Javas kembali berulah yang menyebabkan kekacauan seperti sebelumnya.

"Ini obatnya tuan."

Jeremy baru menelan obat yang diberikan Armand, tetapi perasaannya tidak enak. Seperti ada sesuatu yang mengganjal.

"Ada apa tuan?"

"Telfon Javas sekarang."

Armand mengangguk mengambilkan ponsel tetapi sedetik kemudian pesan dari tangan kanan Bram muncul dalam layar.

"Pesan untuk anda tuan."

Ada kerutan pada dahi melihat nama dalam pesan layar, tangan kanan Bram tidak akan menghubunginya jika tidak ada hal penting seperti penangkapan Bram karena narkoba. Jeremy langsung membuka pesan tersebut, sedetiknya ia terdiam tidak percaya dengan apa yang baru dilihat.

Armand yang melihat perubahan wajah bosnya ikut menaikan satu alis. "Ada apa tuan?"

"Javas tertembak!"

Dalam sedetik Jeremy langsung menekan panggilan dan mendapat jawaban dari seberang sana.

"Dimana dia sekarang!"

Panggilan tersambung kevideo call, kamera mengarah ke Javas dimana dia berada didepannya dengan begitu banyak darah.

"Gudang penyimpanan tembakau!"

Cupid Lonestly 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang