104... 21+ Stupid idea

2.4K 72 1
                                    

Javas memutus jarak berdiri didekati kursi kebesaran itu. Ia lalu memeluk tubuh papanya yang masih duduk menaruh kaki diatas meja.

"Maafkan aku, nama papa ikut terseret karena kelalaian ku."

Rasanya dada Jeremy sesak, bukan karena pelukan sang putra tetapi perkataan Javas yang membuatnya tertegun. Selama ini Javas tidak pernah mengucapkan permintaan maaf. Setelah dia membuat kekacauan dia selalu pergi begitu saja. Tapi hari ini?

Kata keramat itu akhirnya keluar dari bibir Javas. Jeremy senang mendengarnya.

"Javas," lirih Jeremy

Pelukan terlepas, Jeremy berdiri mensejajarkan tingginya dengan sang putra. Ia juga memegang kedua bahu dengan satu tarikan nafas.

"Sekarang kamu sudah tahu semuanya, papa tidak bisa menyembunyikan apa pun lagi."

"Ya, aku bangga sama papa."

Javas kembali memeluk Jeremy. Ya begitulah hubungan ayah dan anak meski sering terlibat kesalahan pahaman tetapi berakhir perdamaian.

"Aku akan bersihkan nama papa."

"Tidak perlu, tetap diam dan jangan membuat kekacauan lagi."

"Tapi..."

"Armand bisa menghandle semuanya."

Baiklah Javas menurut saja, mungkin ini memang yang terbaik lagi pula setiap kali Javas ikut terjun semua menjadi runyam.

"Malam ini aku akan menginap di rumah."

"Of course, pintu selalu terbuka lebar."

Javas lalu pergi dan kembali ke kamar, sejujurnya Javas rindu akan suasana rumah. Sudah lama ia tidak menempati kamarnya dan mungkin malam ini ia akan kembali tidur diranjang itu lagi.

Setelah Javas masuk kamar, Jeremy masih berkutat pada laptop yang terhubung dengan para team. Waktu sudah menunjukan pukul dua belas tetapi kata tidak kunjung terpejam. Jeremy jarang sekali tidur, ia bisa menghabiskan dua hari tetap terjaga jika masalah besar sedang menerpa.

Tak lama interkom berbunyi, Jeremy menekannya dan sambungan langsung terhubung.

"Ya."

"Tuan, kami sudah menemukan pengirim anonim itu."

"Siapa?"

"Apa tuan Javas masih disana?"

"Dia ada dikamar."

"Baiklah saya akan keruangan anda sekarang."

Panggilan terputus, Jeremy kembali berkutat pada laptop.

Tok..tok..tok..

Armand membungkuk hormat memberi salam pada bosnya. Ditangannya saat ini adalah bukti siapa pelaku yang membocorkan rahasia besarnya pada media. Armand menyerahkan i-Pad dimana semua bukti ada disana.

"Anastasya Sinta?" ucap Jeremy

Armand pun mengangguk.

"Shit! Jalang itu berani sekali membuat kegaduhan."

"Benar tuan, Sinta menyewa hacker untuk mengirim semua bukti ini pada pihak kejaksaan. Tidak hanya itu Sinta juga mengirim ini pada lembaga pemerintah." jelas Armand terperinci.

"Apa tujuannya?"

"Jika Rahadi masuk penjara maka semua orang yang terlibat harus merasakan apa yang dirasakan calon suaminya itu."

"Shit!" Jeremy mengumpat, ia tidak habis pikir ternyata jalang kecil itu yang melakukannya.

Padahal Jeremy sudah menduga jika ini semua kerjaannya Pedro. Ternyata Jeremy salah, jalang kecil itu lah dalang dari kekacauan besar ini.

Cupid Lonestly 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang