36.|| Cerita Si Kembar Dan Sedikit Kilas Balik

120 8 0
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اَللِّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدِِ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمّدِِ







"Tenanglah dalam diammu, langitkan saja do'a ikhlasmu. Jangan pernah ragu, Allah tahu isi hatimu."







⋋✿ ⁰ o ⁰ ✿⋌

*Aku selalu tunggu kebaikan kalian buat komen dan vote nya:)

-◖⚆ᴥ⚆◗-

Mata Winda membulat sempurna saat melihat Rayen yang hendak menghampiri Husain dengan tangan lelaki itu yang akan melayang pada suaminya.

"Kak Husain, awas!" teriak Winda, dia berdiri dan segera menarik Husain dengan gerakan cepat.

Bugh!

"Akh!" erang Winda saat merasakan sakit, dia terkulai lemas saat berhasil mendapatkan pukulan keras di punggungnya. Sang gadis yang berniat menyelamatkan Husain, harus rela menerima perlakuan Rayen yang akan laki-laki itu lakukan pada sosok suaminya.

"Winda! Bangun, hey!" Husain menepuk-nepuk pipi chubby istrinya. Mata bening gadis itu berusaha untuk tertutup saat ini.

"Kak Ray jahat. K-kamu sakitin kak Husain." lirih Winda, menatap Rayen yang masih bergeming ditempatnya saat dia berhasil membuat gadis yang dicintainya sakit.

Tangan laki-laki itu terlihat gemetar, ia ingin segera memeluk tubuh mungil yang saat ini sudah berada dalam dekapan hangat sahabatnya; oh, atau mungkin mantan sahabatnya? Karena ia tidak yakin jika Husain masih menerimanya menjadi sosok sahabat.

"Berhenti! Ray!" tekan Husain saat melihat langkah kaki sahabatnya mendekat pada istrinya.

Husain segera berdiri, dengan sosok Winda yang kini berada didalam gendongannya. Ia tatap tajam sahabatnya yang bisa-bisanya masih menatap lekat pada Winda yang sudah menutup rapat matanya.

"Enyah dari dari hidup istri saya, Rayen!" kata Husain sebelum akhirnya pergi meninggalkan sosok Rayen yang mematung menatap kepergiannya dan Winda.

-0⁰0-

Brak!

Pintu kamar rawat Winda terbuka dengan lebarnya. Langkah kaki perempuan berkerudung putih itu terlihat tergesa. Windi berlari ke arah sang kakak yang saat ini sudah terduduk dengan tatapan kosong mengarah padanya.

Windi dekap erat tubuh sang kakak yang bergetar. Ia yakin, dengan kelakuannya ini gadis itu kembali menangis dan mungkin akan kembali mengadu padanya.

"Dia beneran ada. D-dia temennya kak Husain, hikss." lirih Winda, membalas pelukan adiknya dengan tak kalah eratnya.

"Dimana kamu ketemunya?"

"Di pinggir jalan. S-sebenarnya, aku udah pernah ketemu dia. Di restoran. Tapi, aku belum kasih tau sama kamu. Aku terlalu takut. Waktu itu, a-aku lagi makan sama kak Husain—"

"Udah, cukup. Jangan diingat lagi, Nda." Windi menghentikan ucapan Winda yang akan mengadukan semuanya kepadanya. Walaupun ia ingin mengetahui lebih detail lagi, namun sekarang bukanlah waktu yang pas untuknya bertanya; karena Winda masih merasakan syok jika ia melakukannya.

𝐇𝐔𝐒𝐀𝐈𝐍 𝐒𝐔𝐀𝐌𝐈𝐊𝐔 || HIATUS DULUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang