37.|| Kecewa?

135 7 0
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اَللِّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدِِ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمّدِِ







Senja tak pernah salah, hanya kenangan yang kadang membuatnya basah.







⋋✿ ⁰ o ⁰ ✿⋌

Husain menatap penuh pada seorang gadis mungil yang masih tidur dengan damainya. Walaupun wajah putih itu masih terlihat memerah—akibat terlalu lama menangis, setidaknya Husain merasa lebih tenang jika istrinya bisa menuruti keinginannya untuk istirahat dengan cara tertidur seperti sekarang.

Di dalam ruangan rawat Winda memang hanya ada mereka berdua. Kebetulan, semua orang sudah pulang ke rumahnya atas permintaan Husain—termasuk kedua sahabat istrinya.

Dia hanya tidak ingin membuat mertuanya kekurangan istirahat jika harus berada dirumah sakit ini, untuk menemani tuan putri mereka. Apalagi, sang Abi mertuanya besok pagi akan segera berangkat ke luar kota karena ada tempat yang akan dikunjungi untuk mensurvei lahan restoran yang akan dibangunnya. Dan kebetulan sekali Zain pun ikut dengan sang Abi.

Jadi dikediaman Al-Aftar hanya akan ada Windi dan Umi Humaira. Hal itu tentu saja dimanfaatkan oleh Winda yang menangis pada beberapa waktu lalu karena ingin pulang ke rumah kedua orangtuanya—dengan dalih ingin menemani sang Umi dan adiknya. Padahal pada kenyataannya, gadis itu masih takut jika harus tinggal berdua dengan Husain karena semua ketertutupannya sudah diketahui.

"A-aku mau pulang ke rumah Umi, Abi." ujar Winda, menatap pada kedua orangtuanya dengan tatapan mata yang masih terlihat kosong. Gadis itu sama-sekali tidak menghiraukan sosok Husain yang terus menatapnya, seolah-olah ia memang sedang tidak melihat keberadaan lelaki itu.

Sementara semua orang yang mendengar perkataan Winda dibuat menoleh pada Husain, bersamaan. Dan lelaki itu nampak biasa saja seperti biasanya, tidak ada yang berubah akan ekspresi datar Husain yang sepertinya memang sudah mendarah-daging.

Umi Humaira menghampiri sang putri kembali. "Kenapa adek mau pulang ke rumah Umi sama Abi? Hm?"

"A-aku ...." Winda tidak melanjutkan perkataannya karena takut saat ia bersitatap dengan suaminya beberapa detik, kemudian gadis itu memeluk Umi Humaira dan menyembunyikan wajahnya diperut sang Umi.

"Aku kenapa, Hm? Kan dirumah ada suami kamu, dia pasti akan jaga kamu, dek." Umi Humaira usap lembut kepala putrinya dengan sayang.

"A-aku ... aku mau temenin Umi sama Ndi dirumah, hikss. Dan a-aku juga nggak mau pulang ke rumah kak Husain."

"Kenapa nggak mau pulang?"

"T-takut Umi."

"Takut sama siapa, nak?"

Winda hanya diam, tidak menjawab pertanyaan dari Umi Humaira. Ia malah semakin menenggelamkan wajahnya di perut sang Umi.

"A-aku mau pulang ke rumah Umi, hikss." Isak Winda, meremas kuat gamis yang dipakai Uminya.

"Jangan sayang, suami kamu nanti—"

"Maaf, menyela Umi. Husain rasa menuruti keinginan istriku adalah keputusan terbaik." kata Husain, menatap pada Umi Humaira kemudian kembali fokus menatap istrinya.

𝐇𝐔𝐒𝐀𝐈𝐍 𝐒𝐔𝐀𝐌𝐈𝐊𝐔 || HIATUS DULUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang