38.|| Hancur, Mau Mati.

125 6 0
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اَللِّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدِِ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمّدِِ







"Tetaplah kuat, karena semua akan baik-baik saja. Mungkin hari ini badai sedang menerpa, tapi bukankah hujan tidak selamanya turun?"







⋋✿ ⁰ o ⁰ ✿⋌

"Umi Umi!"

"Kenapa, nak?"

"Abi sama kakak kapan pulangnya?"

"Kenapa memangnya? Kamu udah mau pulang?"

"Bukan itu. Aku cuma nungguin oleh-oleh dari kakak sama Abi." celetuk Winda membuat tawa renyah Umi Humaira terdengar sudah.

"Umi pikir, kamu udah mau pulang ke rumah, sama suami kamu. Eh, ternyata lagi nungguin oleh-oleh dari kakak sama Abi."

Winda terkekeh mendengar ucapan Umi Humaira. Ia kemudian memilih untuk melihat sang Umi yang kembali fokus akan kegiatannya. Ibu setengah baya itu saat ini sedang berkutat dengan tablet dan stylus pen yang sedang dipegangnya. Eum, mungkin tanpa Winda beritahu kalian sudah tahu ya apa profesi dari Umi Humaira? Yap! Designer.

"Umi nggak capek?" tanya Winda, masih menatap sang Umi dengan betahnya.

Umi Humaira menoleh dan tersenyum kepada putrinya, ia kemudian usap lembut kepala sang putri. "Coba Umi tanya balik. Adek nggak capek?"

Mengerjap beberapa kali, Winda menatap sang Umi yang berkata demikian. Menggeleng pelan, ia kemudian segera memberikan senyum lebarnya kepada sang Umi.

"Nggak! Aku nggak capek. Kan cuma duduk liatin Umi." kata Winda mengalihkan pandangannya ke arah tablet sang Umi kembali.

Derap langkah kaki terdengar dari arah tangga membuat ibu dan anak itu menoleh. Bisa Winda lihat, ada Windi yang menuruni tangga—menghampiri ia dan sang Umi.

"Nda, memangnya kamu nggak cek hape?" tanya Windi dengan raut wajah kesalnya.

"Nggak, kenapa?"

"Ck! Suami kamu chat aku terus, katanya suruh ke kamar cepetan. Ganggu aku banget, udah tahu aku lagi baca novel bagus." kata Windi sembari menggerutu karena lagi-lagi Husain mengganggunya disaat ia sedang sibuk dengan dunia fiksi-nya.

Winda meringis melihat wajah garang adiknya tiba-tiba keluar. Ia tatap sang Umi yang hanya tertawa dengan kepala yang menggeleng. "Umi—"

"Nggak apa-apa. Samperin gih."

"Maaf ya Umi, kak Husain gak sopan—"

"Hey, nggak apa-apa dek. Udah, sana. Samperin suami kamu, pasti lagi nungguin tuh." Umi Humaira mengedikkan dagunya ke lantai atas agar sang putri segera pergi—menghampiri suaminya.

Winda berdiri, menepuk pelan bahu adiknya yang masih memberenggut. Winda tersenyum geli, kemudian ia cubit pelan pipi adiknya dan segera ia berlari ke arah tangga—sebelum suara toa dari adiknya terdengar.

"NDA!"

"Adek ...."

"Nda nya, Umi ...." rengek Windi dengan hentakan kaki yang menjadi pelampiasan kesalnya kepada Winda ataupun Husain—kakak iparnya.

𝐇𝐔𝐒𝐀𝐈𝐍 𝐒𝐔𝐀𝐌𝐈𝐊𝐔 || HIATUS DULUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang