40.|| Pincang

152 7 0
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اَللِّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدِِ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمّدِِ







Orang yang hebat adalah orang yang memiliki kemampuan menyembunyikan kesusahan, sehingga orang lain mengira bahwa ia selalu senang.







⋋✿ ⁰ o ⁰ ✿⋌

Sore menjelang Maghrib, tidak henti-hentinya Husain menatap sosok gadis—ralatwanitanya, yang masih memejamkan mata karena rasa lelah setelah mereka selesai melakukannya.

Pipi chubby istrinya membuat ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggigitnya sedari tadi. Ia gemas sendiri dengan makhluk satu ini, sungguh.

Tangannya yang masih bertengger manis diperut polos sang istri terus ia gerakkan untuk memberikan usapan lembut. Entah kenapa saat ia melihat perut rata itu terbesit harapan jika didalam rahim milik istrinya ada sebuah kehidupan.

Cup!

"Entahlah, saya hanya ingin kamu benar-benar hadir, nak." gumam Husain mengecup perut rata istrinya, kemudian ia kembali balut tubuh mungil Winda dengan selimut tebalnya.

Setelah Winda benar-benar berhasil menjadi miliknya, sepenuhnya. Rasa cinta Husain kian menjadi besar kepada Winda, entah se-posesif apa dirinya nanti. Yang jelas, ia akan terus melindungi perempuan mungil ini sebisanya.

TokTokTok!

"HEY! BANGUN, HEY! SUDAH MAU MAGHRIB INI! NGAPAIN AJA SIH MEMANGNYA?! DARI SIANG GAK KELUAR-KELUAR! KALIAN DENGAR SAYA KAN?! ADEK?!"

Husain menghela napas mendengar suara Zain. Ia coba abaikan seruan dari kakak iparnya dan gedoran pintu yang terus laki-laki itu lakukan.

"Eughhh...."

Suara lenguhan dari istrinya membuat Husain kembali memfokuskan diri pada Winda. Ringisan pelan keluar dari bibir mungil itu, dan Husain masih setia memandangi wanitanya.

Netra bening itu terbuka, dia mulai menatap dirinya dengan pandangan yang berbeda dari biasanya. Tatapan itu, entah kenapa terlihat sangat tenang dan Husain harap itu memanglah ketenangan sesungguhnya yang dirasakan oleh Winda.

"Mandi yuk?"

Semburat merah menyambut Husain yang baru saja mengajak sang istri mandi. Bisa dia lihat jika Winda berusaha untuk tidak menatap matanya, entahlah. Mungkin wanita itu merasa malu?

"Kakak duluan—"

"ADEK?! KAMU LAGI TIDUR ATAU APA?! KAMU BAIK-BAIK AJA KAN, DEK?! JANGAN BUAT KAKAK KHAWATIR, HEY! DAN KAMU HUSAIN! KAMU JUGA SEDANG DI DALAM, KAN?! COBA BUKA PINTUNYA! SAYA MAU LIHAT ADIK SAYA!"

Winda menatap Husain dengan netra yang mengerjap-ngerjap, ia lihat pintu kamarnya yang masih digedor dengan brutal oleh Zain diluar sana.

"Kak Zain." lirih Winda, menelan salivanya dengan tercekat.

Winda terperanjat saat Husain mengusap lembut pipinya. "A-apa?"

"Mandi sekarang? Atau saya buka pintunya?"

𝐇𝐔𝐒𝐀𝐈𝐍 𝐒𝐔𝐀𝐌𝐈𝐊𝐔 || HIATUS DULUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang