22.|| Riri?

172 7 0
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اَللِّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدِِ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمّدِِ







"Yakinlah, ada sesuatu yang menantimu setelah banyak kesabaran (yang kau jalani), yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa betapa pedihnya rasa
sakit." -Ali Bin Abi Thalib-







⋋✿ ⁰ o ⁰ ✿⋌

*Jangan lupa vote dan coment-nya ya, biar semangatku buat nulis semakin membara. Asekkk😜

-◖⚆ᴥ⚆◗-

Winda membuka pintu kamar mandi setelah ia selesai membersihkan diri. Bisa ia lihat seorang pemuda yang menjadi suaminya saat ini masih terlihat sibuk dengan urusan pekerjaan dan sekolahnya. Ia tidak tahu pasti pekerjaan seperti apa yang suaminya miliki, namun ia juga tidak mau jika harus bertanya kepada sang suami tentang pekerjaannya, karena rasa penasaran yang kian menjadi.

Jadilah Winda memilih untuk berjalan kearah meja belajarnya yang tidak jauh dari tempat Husain berada. Baru saja ia menarik kursi dan akan mendudukkan diri, si pemuda pemilik manik hitam, memanggilnya; menyuruh dirinya agar menghampiri sosoknya, entah untuk apa.

"Kenapa?"

Jangan pernah bertanya kenapa nada bicara Winda masih terkesan dingin dan datar, entahlah sebenarnya Winda juga tidak tahu. Mungkin saja karena dirinya memang belum terbiasa dengan sosok Husain yang menjadi suaminya, walaupun pernikahan mereka sudah terbilang cukup lama.

"Duduk disini!" ujar Husain, menepuk pahanya satu kali.

Winda spontan menggeleng dan memilih untuk menarik kursi miliknya agar ia bisa duduk disamping Husain, sesuai perintah dari si pemuda.

"Nurut, atau saya minta hak saya sekarang!" tekan Husain, tatapan matanya terus tertuju pada punggung mungil istrinya yang mulai bergetar.

Winda memejamkan mata sejenak dan mulai membalik badan, menatap Husain sekilas karena tidak berani sebenarnya. Si gadis kembali mendekat pada suaminya yang sudah menutup laptopnya.

Winda menahan napas saat merasakan tangan kekar Husain dengan mudahnya menarik pinggangnya dan didudukkan dipangkuan kaki-kaki itu.

"Berhenti takut dengan saya, Winda!" Husain menatap dalam pada netra bening Winda yang mulai menganak sungai; siap menjatuhkan tumpahan air matanya.

"A-aku ... aku nggak takut, gak takut sama-sekali." lirih Winda lalu ia menunduk, menatap tangan Husain yang mengelus lembut pinggangnya. Sungguh, ia sangat tidak nyaman dalam posisi seperti ini dengan seorang pria asing yang sayangnya dia sudah menjadi suaminya.

"Saya selalu melihat kebohongan dimata kamu."

Winda mengalihkan pandangan saat netra hitam legam milik Husain terus bergerak; seolah laki-laki itu benar-benar sedang mencari kebohongan di kedalaman mata miliknya.

Tidak! Ia tidak tahan dengan semuanya. Winda segera turun dengan cepat dari pangkuan suaminya dan berjalan menuju kasur; dia merebahkan tubuhnya di sana, tidak lupa juga Winda menarik selimutnya sampai menutupi seluruh tubuhnya.

𝐇𝐔𝐒𝐀𝐈𝐍 𝐒𝐔𝐀𝐌𝐈𝐊𝐔 || HIATUS DULUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang