29.|| Kabar Dari Windi

122 8 0
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اَللِّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدِِ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمّدِِ







فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَاللَّهِ حَقُّ
"Maka bersabarlah kamu, sungguh
janji Allah itu benar."
-Q.S. Ar-rum: 60-







⋋✿ ⁰ o ⁰ ✿⋌

Windi turun dari mobil, pandangannya mengedar ke seluruh sudut ruangan yang didekorasi dengan sedemikian rupa indahnya. Ia ikuti langkah sang Abi yang berjalan di atas karpet merah, tidak akan ia lepaskan tangan sang kakak karena takut dirinya yang mungil akan hilang dari acara ini.

Beberapa flash kamera yang menyoroti dirinya dan keluarga membuat Windi kian tidak nyaman jika dia sedang berada diposisi seperti sekarang. Saat ini Windi memang sedang ikut pada pesta perusahaan Anmeer's company. Perusahaan dalam bidang properti yang begitu terkenal di ibukota, perusahan milik Anthony, ayah dari sahabatnya sendiri; yaitu Azrina.

Tatapan Windi benar-benar mengedar setelah ia dan keluarga berhasil masuk ke dalam ruangan utama acara, makanan dan minuman sudah berjejeran rapi di beberapa tempat. Windi coba alihkan pandangannya kearah lain, saat mata beningnya melihat dessert coklat yang berhasil membuat perutnya bunyi ingin diisi.

Senyuman lebar kian merekah di sudut bibirnya, ketika ia melihat sosok perempuan berhijab dengan balutan dress indahnya melambaikan tangan padanya agar ia segera datang menghampiri.

Windi tarik pelan ujung jas Abi Aftar yang sedang mengobrol dengan seseorang yang sama seperti Abinya; memakai pakaian formal. Ia berbisik pada sang Abi jika dirinya ingin pergi menemui Azrina yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Pergilah, tapi hati-hati! Bawa ponselnya!" Abi Aftar mengusap puncak kepala putrinya.

"Aku gak bawa ponsel." ujar Windi dengan pelan.

Decakan pelan keluar dari mulut Abi Aftar saat mendengar perkataan putrinya yang lagi-lagi tidak membawa ponsel. "Ck! Bawa punya Abi, kalau ada sesuatu langsung hubungi kakak atau Umi, paham?"

Windi mengangguk pelan, menerima ponsel sang Abi yang diberikan padanya. Ia cium tangan sang Abi dan Umi, kemudian Windi kecup pipi sang kakak agar tidak iri pada orangtuanya.

Setelah berpamitan, si gadis mulai menghampiri Azrina yang masih menunggunya di sana. Mencoba tidak peduli dan terus memberanikan diri untuk melangkah, saat ia melihat banyaknya sosok laki-laki seusia kakaknya; selalu menatap dirinya secara terang-terangan. Entah apa tujuannya, Windi tidak mengerti.

"Akhirnya Lo datang juga, Ndi. Gue kira Lo gak bakal ikut, soalnya dari tadi gue telepon Lo tapi gak pernah di angkat." cerocos Azrina membawa Windi untuk duduk disebuah kursi dengan meja bundar dihadapannya.

Windi meringis pelan mendengar ucapan Azrina, bukan sengaja ia tidak mengangkat panggilan sahabatnya. Tapi karena memang ponselnya lah yang lupa tidak ia bawa dirumah, pasti saat ia membuka ponsel; notifikasi panggilan telepon dari Azrina akan membuat ponselnya berisik.

"Aku gak bawa hape, lupa. Hehe." Windi terkekeh kecil saat melihat Azrina yang nampak kaget mendengarnya.

"Pantesan aja gue telepon berkali-kali Lo gak pernah angkat, ternyata gak dibawa hapenya. Lagian kok bisa sampai lupa gitu sih?! Gue tadi udah sempat kecewa sama Lo tau gak?!" cerocos Azrina yang tidak habis pikir dengan sahabatnya, karena bisa-bisanya Windi lupa dalam membawa barang penting seperti ponselnya. Kan dia jadi susah dalam menghubungi si gadis jika sahabatnya itu tidak membawa ponsel.

𝐇𝐔𝐒𝐀𝐈𝐍 𝐒𝐔𝐀𝐌𝐈𝐊𝐔 || HIATUS DULUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang