Dieciséis | Queen Stands For Ganes (Part 1)

5.7K 550 17
                                    

Dieciséis | Queen Stands For Ganes (Part 2)




       "Lo kenapa resign?" Tanya Arka sore itu saat melihat Ganes datang dengan pakaian hoodie dan celana kulot nya. Wajahnya terlihat bengkak, seperti baru bangun tidur. Sahabatnya yang biasa berpakaian rapih dengan setelan kerja itu sore ini mendadak jadi anak SMA baru bangun tidur.

Ganes mendecak, merapihkan letak hijabnya yang terkena hembusan angin. "Ck. Si Aluma gak bisa apa ya mulutnya diem dikit. Ribet deh." Katanya mengomentari kebiasaan sahabatnya yang selalu berbagi rahasia satu dan lainnya.

Arka melengos. Menghentikan aktivitasnya mengelap gelas-gelas wine. "Next year, you'll be thirty. Just in case you forgot." Kata Arka dengan sinis. Menatap tajam sahabatnya yang paling senang bermain-main. Bahkan melebihi dirinya sendiri.

Ganes melengos. Menyingkirkan laptop dari meja bar yang didudukinya kemudian menjatuhkan kepala disana sambil merengek kesal. Wanita itu memajukan bibir bawahnya. "Gue tuh niat resign itu mau istirahat, di dukung, kenapa lo semua gak peka?! Lo semua tuh harus belajar memahami hati dan perasaan orang lain tau gak?!" Gerutu wanita itu dengan drama. Tak berhenti di cerca oleh orang-orang terdekatnya semenjak mereka mendengar Ganes memutuskan resign.

Arka mendengus panjang, pria itu terdiam memandangi Ganes yang sore ini tiba-tiba datang ke tempat bistro miliknya. Walau sebenarnya, Arka sendiri sudah menduga. Wanita itu selalu datang jika ia sedang bosan dan tidak ada tempat bermain.


"Lo gak iri Nes?" Tanya Arka memperhatikan Ganes yang membenamkan wajahnya di atas meja.

"What?" Ganes bertanya tanpa melihat Arka.

Arka menggaruk ujung pelipisnya. Melepas apron yang dikenakannya kemudian melangkah keluar dari meja bar menghampiri Ganes.

Ganes melirik, tapi belum berniat mengangkat kepalanya saat melihat Arka menarik bangku di sisi. Mendudukan diri disana disaat jam Bistro miliknya sedang ramai.

"Wake up, listen to me." Arka memutar bangku Ganes. Memaksa wanita itu agar bangkit. "I'm not trying to judge you now, this is really just a pure question. I wondering....... have you ever thought about getting married?" Tanya pria itu membuat Ganes mengernyit.

"Ya pernah lah, masak kagak."

"But you don't seem to care." Sambut Arka cepat.

Ganes memutar bola matanya. Wanita itu kemudian melengos panjang. "Kenapa lo nanya gitu?" Tanya Ganes berkacak sebelah pinggang.

Arka mengangkat bahunya. "Well... hampir 10 tahun lebih kita berteman tapi lo gak pernah punya hubungan spesial sama pria. Bahkan Aluma, yang trauma karena diselingkuhi dan ditinggal nikah sama si brengsek itu aja sekarang udah nikah. But you? Since high schooll Nes, lu gak ada punya hubungan sama laki-laki. Lo........." Arka meneguk ludah sesaat. "Gak papa kan?" Tanya pria itu ragu-ragu.

Ganes melembaskan bahunya. Meraih buku novelnya di atas meja kemudian memukul kepala pria itu dengan buku. "Sinting ya lo?! Lo lagi nanya gue tentang apa?!"

"I mean... kalau lo punya kekhawatiran. Just say it!" Kata Arka setengah frustasi.

Ganes mendengus. "Kagak ada, Ka..." kata wanita itu mengalihkan wajah.

"Terus? Jangan-jangan lu ambil psikolog buat berobat sambil jalan." Tuduh pria itu enteng.

"Jangan mulai ya lu." Ancam Ganes kini mengangkat tinjunya.

Ganes memangku wajahnya dengan sebelah tangan. Memandangi garis kekhawatiran yang tercetak jelas dari wajah Arka.

Ini bukan yang pertama kali. Bukan juga orang pertama yang mengatakan topik wajib seperti menu ayam opor di bulan fitri mengenai pernikahan atau jarak angka kehidupan lamanya Ganes tingga di bumi. Dan bukan pertama kali pula Ganes harus memberi jawaban serta reaksi yang sama setiap orang-orang terdekatnya mendesak wanita itu untuk memikirkan pernikahan.

Heart, Blueprint!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang