Biasanya sore hari adalah saat dimana Venus duduk santai di rumahnya, mendengarkan musik atau sekedar memainkan ponselnya. Tapi sore itu, Venus masih setia mengendarai motor merahnya, membelah ramainya kota jakarta.
Ada alasan kenapa pemuda yang mengenakan seragam putih abu-abu itu masih berada di jalanan bahkan saat jam ditangannya sudah menunjukan pukul 18.00, Venus enggan meninggalkan rumah lamanya.
Ya, senin sore itu Venus harus pindah dari rumah lamanya. Alasannya sederhana, ayahnya yang saat itu merupakan anggota DPR, terjerat kasus korupsi yang membuat laki-laki berusia 40 tahun itu harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dipenjara. Sayangnya kasus itu tidak hanya berdampak pada Yoris ayah Venus, tatapi juga pada keluarganya, rumah dan beberpa harta kekayaanya turut disita oleh KPK.
Venus tiba dirumahnya tepat saat adzan magrib berkumandang. Sebelum memasuki rumah, Venus sempat memutar tubuhnya untuk melihat siapa perempuan yang baru saja keluar dari rumahnya, sayangnya sosok yang Venus cari sudah menghilang dibalik pagar depan rumahnya.
"Baru pulang den ...,"
Venus menghentikan langkahnya, menoleh pada laki-laki yang tengah berbaring diatas sofa.
"Udah tahu hari ini pindahan, disuruh pulang cepet malah pulang magrib."
"Kan tadi gue udah bilang sama lo, gue pulang telat."
"Yaa nggak papa sih, untung tadi ada temen lo yang mau bantu."
Venus mengerutkan dahinya, temannya? Siapa? Seingat Venus dia belum pernah memberi tahu teman-temannya tentang kepindahannya hari ini.
"Loh, Lasma udah pulang?"
Kalina keluar dari dapur dengan sebuah rantang di tangannya, wanita 38 tahun yang merupakan ibunda dari Venus itu tampak mencari seseorang dengan terus menolehkan kepalanya.
"Baru aja, katanya habis magrib mau keluar sama temennya, makanya tadi buru-buru pulang, kenapa bun?"
"Ini makanannya ketinggalan, padahal tadi bunda udah pesen kalau pulang makanannya dibawa."
"Lasma lupa kali bun."
"Yaudah, kamu anter aja ya, nggak enak udah dibantuin sampe dia pulang magrib gini."
Mahen bangkit dari sofa dan segera menganbil alih rantang dari tangan kalina. Sebelum beranjak keluar rumah Mahen menyempatkan diri untuk mencium tangan sang bunda dan bergegas pergi.
"Lasma siapa bun?"
Venus mengekori Kalina yang kembali kedapur untuk menyiapkan makan malamnya.
"Loh kamu lupa? Temen mu dulu, ankanya tante Ika."
"Tante Ika, yang mana sih?"
Kalina mengehal nafas, sepertinya akan butuh banyak waktu untuk mengingat kembali hal-hal yang sudah lama dilupakan, "sekarang kamu bersih-bersih dulu nanti bunda kasih tau."
____________________________
"Assalamualaikum ...,"
Mahen kembali mengetuk pintu di depannya saat tak kunjung mendengar sahutan dari sang pemilik rumah.
"Assalamualaiku ...,"
"Waalaikum salam"
Mahen dengan cepat menoleh kebelakang saat sebuah sahutan bukan berasal dari dalam rumah melainkan dari arah belakangnya.
"Ngapain lo?"
"Lo dari mana?"
"Ditanya malah balik nanya."
"Nih ...," Mahen menyodorkan rantang ditangannya, "sengaja'kan lo," tuduh Mahen.
"Yaterus kenapa lo anterin." Perempuan yang masih mengenakan tas punggungnya itu menggerutu.
"Disuruh bunda ..., yaudah, gue duluan ya, Lasma." Mahen berucap dengan menekan kalimat akhirnya.
"Jangan panggil Lasma anjir ...,"
Mahen memkekik saat sebuah pukulan dia rasakan pada lengan kirinya.
"Ya kan nama lo emang Lasma ...,"
"ELA!!"
"Tapi'kan ada Lasmanya!"
"Ya tapi manggilnya Ela!"
Mahen mendengus kasar, "bunda aja manggil lo Lasma nggak lo permasalahin, masa gue baru sekali manggil lo tabok."
"Ya masa gue nabok bunda lo?!"
"Terserah lo!" Sungut Mahen sebelum cowo itu berjalan keluar meninggalkan halaman rumah Ela.
"Apaan, laki ngambekan." Ela memicing, menatap kepergian pemuda yang merupakan adik tingkatnya, kemudian langkahnya dia bawa untuk memasuki rumahnya.
"LASMA GUE ADUIN BUNDA, LO SENGAJA NGGAK BAWA MAKANANNYA."
Ela kembali mengeluarkan kepalanya dari balik pintu, berdecak kesal pada pemuda yang saat ini sudah berlari menjauhi rumahnya.
________________________
Venus membuka jendela kamarnya untuk melihat langit jakarta yang tampak berkabut, tidak terlalu pekat karena dia masih bisa melihat beberapa bintang yang tampak temaram.
"Woy, dipanggil bunda tuh, diajak makan."
Venus menoleh mendapati sang adik yang berjalan mendekatinya.
"Hen ..., lo tahu bintang yang paling terang nggak?"
"Tau, sirius'kan".
"Menurut lo, kenapa bintang seterang sirius nggak bisa menerangi bumi kaya matahari?"
"Karena matahari lebih gede dari sirius"
"Nggak dong, sirius jauh lebih gede dari matahari."
"Munggkin wattnya lebih gede matahari."
"Ngawur...."
Venus kembali mentap langit, seolah mengajak sang adik untuk ikut memandang langit malam.
"Lo mau tahu kenapa?"
"Nggak ...." Mahen menggeleng.
"Karena kita terlalu jauh dari Sirius, kalau kita bisa lebih deket, gue yakin kok, sirius pasti lebih bersinar dari matahari."
"Terus kenapa bintang lain nggak bisa ngalahin matahari, pasti ada'kan bintang lain yang jaraknya sedeket bumi ke matahari."
Venus mengangguk, "karena wattnya lebih gede matahari."
__________________________
Setiap manusia mempunyai ceritanya masing-masing, jalan hidup masing-masing dan takdirnya masing-masing. Lantas apa yang kalian iri'kan dari orang lain sementara kalian tahu bahwa akhir cerita kalian juga berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Earendel
FanfictionEnd. Ela pikir, hidup itu semudah memetik senar gitar, memang mudah jika asal petik, tapi tidak akan meninggalkan kesan yang indah untuk di dengar. Jika ingin permainannya indah, maka harus tahu kunci dasar nya, jika ingin menciptakan sebuah melodi...