Saat kamu memilih untuk jatuh cinta, maka kamu harus siap untuk dipatahkan oleh realita. Realita bahwa kamu hanya jatuh cinta seorang diri, dan realita bahwa orang yang kamu cintai tidak mencintaimu kembali.
Seperti Ela malam ini, dia belum sempat mengungkapkan, tapi sudah diminta untuk melupakan, Ela bahkan tidak pernah mendapatkan, tapi semua orang memintanya untuk melepaskan.
Wisnu yang tengah mengemudi, sesekali melirik pada Ela yang duduk di sebelahnya. Perempuan yang sudah berganti pakaian dengan pakaian milik kakak Joan itu tidak mengatakan sepatah katapun sejak masuk dalam mobil milik Wisnu, Ela bahkan terus memalingkan wajahnya keluar jendela. Sepertinya kejadian dirumah Joan tadi cukup memalukan bagi perempuan itu.
Wisnu menghembuskan nafas, dia tidak mungkin memulangkan Ela dalam keadaan seperti ini. Sebenarnya, Wisnu sudah cukup kapok dengan tinjuan yang diberikan ayah Ela beberapa minggu lalu, dan Wisnu tidak ingin merasakannya lagi karena memulangkan anak dari Joventus itu dalam keadaan anak itu sedang sedih.
Wisnu menepikan mobilnya, pemuda dengan kemeja hitam itu hanya diam tanpa mengatakan apapun, tepatnya, Wisnu menunggu agar Ela mau berbicara agar dia setidaknya tahu keadaan perempuan itu.
"Gue udah nggak papa,"
Ya, akhirnya setelah hampir sepuluh menit hanya berdiam diri, perempuan itu membuka mulutnya juga. Sayangnya, Ela masih tidak mau menunjukan wajahnya, perempuan itu masih setia memandang ke luar jendela, padahal di sampingnya ada pemuda tampan yang tengah menumpu kepalanya diatas kemudi dan tersenyum manis ke arahnya.
"Oh ya? Terus kenapa lo masih liat kesana? Nggak tengklengan tu leher?"
Perempuan itu tidak bergerak sedikitpun, bahkan mulutnya kembali terkunci. Ayolah, Wisnu hanya berusaha menghibur perempuan itu, tapi respon yang dia terima malah membuat Wisnu merasa bersalah.
"Ayolah Ela, patah hati bukan berarti hidup lo berhenti, gue juga pernah kok ditolak ...,"
"Gue nggak patah hati!"
Wisnu menghentikan kalimatnya saat Ela tiba-tiba menoleh dan menyentaknya.
"Lo suka sama Venus."
"Nggak." Ela kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela.
Wisnu menghela nafas, pemuda itu menyandarkan tubuhnya mencoba untuk tenang.
"Tahun pertama, waktu lo nitipin baju Venus ke gue ..., itu lo lakuin karena dia udah punya Luna kan? Kenapa? Lo nggak mau Venus ngenalin lo?"
Ela tidak benar-benar ingin melakukan itu, dulu saat baru bertemu Venus kembali dan pemuda itu menolongnya, perasaan itu muncul. Sayangnya tidak lama setelah hari pertama sekolah dimulai, Ela mengetahu jika Venus sudah memiliki kekasih. Ela tidak ingin perasaanya semakin besar pada Venus, jadi Ela memutuskan untuk membiarkan Venus tidak mengenalinya saja. Ela pikir, perasaanya akan menguap seiring berjalannya waktu, namun ada saat-saat dimana Ela tidak sengaja bertemu dengan Venus yang membuat perasaanya tidak bisa hilang begitu saja.
"Gue nggak papa kalau dia nggak suka sama gue, toh gue juga nggak benar-benar suka sama dia ..., nggak harus dia ngomong kaya tadi di depan temen-temennya."
Matanya mulai memanas, mengingat bagaimana tatapan dari anak-anak yang ada di sana tadi, mereka menatap Ela seolah Ela adalah mahluk menjijikan yang sangat tidak tahu diri.
"Gue nggak pernah ada niat buat confes apapun ke dia, Nu," Ela menoleh pada Wisnu dengan mata yang sudah berkaca-kaca, "gue udah cukup kok dengan pertemanan kita, kenapa dia malah kaya gitu ..., emang se-hina itu ya, disukain sama cewe kaya gue?" Ela melirihkan suaranya pada kalimat terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Earendel
FanfictionEnd. Ela pikir, hidup itu semudah memetik senar gitar, memang mudah jika asal petik, tapi tidak akan meninggalkan kesan yang indah untuk di dengar. Jika ingin permainannya indah, maka harus tahu kunci dasar nya, jika ingin menciptakan sebuah melodi...