Cinta itu sama seperti uang, bukan segalanya, tapi bisa bikin gila. Seperti Ela misalnya, pagi ini perempuan itu berkata jika tidak akan pergi ke sekolah karena merasa tidak enak badan, entah karena masuk angin gara-gara berendam di kolam Joan semalam, atau justru karena efek cintanya yang semalam ditolak bahkan sebelum dia confes.
Cakra yang mendapat amanah dari ibu untuk menjaga Ela yang sedang sakit itu hanya bisa mengangguk setuju tanpa penolakan. Awalnya Cakra pikir, sakit itu hanya akal-akalan Ela supaya tidak perlu pergi ke sekolah, tapi setelah menggoda Ela dengan berbagai cara namun anak itu tidak memberikan respon apapun, Cakra pikir Ela benar-benar sakit untuk saat ini.
"La makan," Cakra masuk kamar Ela dengan membawa makanan untuk adiknya itu, "udah gue masakin tuh, buru makan, "ucapnya setelah meletakan makanan di atas meja.
Ela masih menutup matanya saat suara cakra memenuhi ruang kamarnya, selimut yang menutupi seluruh badan dan hanya menyisakan kepalanya saja seolah memberi sedikit bukti jika perempuan itu benar-benar sakit, apalagi wajahnya pagi ini juga terlihat pucat.
"La, Lasma woy, Lasma ...,"Cakra mengguncang tubuh Ela dengan panik.
"Apasih Mas," lirih Ela dengan kesal.
Cakra menghela nafas lega, "gue kira lo mati ...,"
"Cangkemmu,"umpat Ela.
Bahkan saat sudah seperti dekat dengan ajal, Ela bukannya ingat tuhan, tapi malah mengucapkan kalimat umpatan.
"Ya lagian, lo dipanggil nggak nyaut-nyaut ..., tuh makanan lo di atas meja, gue mau ke warung dulu beli obat, lo diem aja di kamar, jangan mati."
"Mulut lo tuh diem, berkicau terus dari tadi." Ela lantas menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuh, membuat Cakra terkikik geli sebelum meninggalkan Ela di kamarnya.
_______________________________
Jika biasanya Venus pergi ke sekolah dengan menaiki motor merahnya seorang diri, pagi ini pemuda itu terpaksa berdiri di depan pagar rumahnya untuk menunggu kedatangan Joan yang katanya sedang dalam perjalanan, karena motor kesayangan sedang dalam perbaikan, jadilah dia meminta Joan untuk menjemputnya.
Jangan tanya kenapa Venus nggak bareng Mahen padahal mereka berada di satu sekolah yang sama, karena sudah pasti jika pemuda itu merasa gengsi. Lagian orang gila mana yang malemnya maki-maki tapi paginya minta tebengan? Nggak, Venus mending jalan kaki sampe betisnya segede paha dari pada harus nebeng Mahen.
"Belum berangkat pen?"
Venus tersentak dengan pertanyaan Cakra, pemuda itu terkejut dengan kedatangan Cakra yang menurutnya sudah seperti jalangkung.
"Eh Mas Cakra ..., iya nih, lagi nunggu temen." Venus menggaruk tengkuknya.
Rasanya sangat canggung saat Cakra tiba-tiba bertanya dengan ramah padanya, padahal malam tadi Venus sudah tidak bertanggung jawab dengan tidak mengantarkan adiknya pulang. Atau jangan-jangan itu tadi hanya basa-basi sebelum pemuda itu melayangkan bogeman pada wajah Venus karena kejadian semalam.
"Tumben, biasanya sendiri,"
"Iya Mas, motornya lagi di bengkel soalnya,"
Cakra mengangguk paham.
"Ini Mas mau kemana?"
"Ke warung, beli obat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Earendel
FanfictionEnd. Ela pikir, hidup itu semudah memetik senar gitar, memang mudah jika asal petik, tapi tidak akan meninggalkan kesan yang indah untuk di dengar. Jika ingin permainannya indah, maka harus tahu kunci dasar nya, jika ingin menciptakan sebuah melodi...