Memikirkan masa depan memang tidak ada habisnya, sama seperti Ela yang tidak pernah berhenti melamunkan masa depannya. Karena menurut Ela, masa depan yang selalu dia khayalkan akan tetap menjadi khayalan semata. Merasakan kehidupan kuliah, susahnya hidup mandiri, dan betapa tersiksanya anak kos di tanggal tua, semua itu hanya dapat Ela baca dari sebuah cerita tanpa tahu bagaimana rasanya.
Ibu Ika yang tak lain adalah kanjeng ratu di rumah Ela itu tak ayalnya seorang wanita paruh baya berusia 45 tahun dengan berbagai ketakutan untuk melepas anak perempuannya ke dunia luar. Itu juga menjadi alasan mengapa Ela kerap di larang untuk bermain bersama temannya. Cara berpikir ibunya yang cenderung kolot dan sulit di bantah, membuatnya tak jarang terlibat cekcok dengan Ela. Hal yang sangat Ela tidak suka dari ibunya adalah pemahamannya tentang perempuan yang hanya akan diam dirumah setelah menikah, itu juga menjadi alasan kenapa Ela kerap berpikir untuk melajang selamanya, sayangnya akhir-akhir ini sosok Venus terus muncul di kepalanya, menggoyahkan statement yang sejak dulu dia ucapkan dengan begitu yakinnya.
Lalu bagaiman Ela bisa bekerja di cafe jika sejak awal orang tuanya melarang?
Sejak awal orang tua Ela tidak pernah tahu tentang Ela yang menjadi pengisi live musik di sebuah cafe dan saat mereka sudah tahu, Ela beralasan jika dia sudah menandatangani kontrak untuk satu tahun ke depan.
"Aww ...,"
Ela yang pagi itu tengah berdiri di lapangan untuk mengikuti kegiatan upacara hari senin, mendesis kesal saat bahunya di tabrak dengan cukup kencang oleh seseorang.
Ela berdecak saat pelaku yang menabraknya memutar tubuhnya menghadap Ela.
"Kalau jalan matanya dipake, jangan cuma ngandelin mata kaki," ucap Ela kesal.
Pemuda berdarah China yang tak lain adalah Marko merupakan tersangka utamanya, cowo yang beberapa minggu lalu pernah sampai membuat Ela menangis di kamar mandi hanya dengan kata-katanya.
Marko memicingkan matanya, seolah mengejek keberadaan Ela, "oh elo ...,"
"Sok kenal lo, oh elo-oh elo ..., " sungut Ela.
"Tau kok, si cewe yang tiba-tiba naik daun gara-gara foto aib nya pas lagi tidur ..., lo lebih berani ya sekarang, udah nggak jadi kacung dua temen lo itu, gue liat-liat sekarang udah nggak bareng lagi, kenapa? di buang karena mereka udah nggak butuh lo lagi ..., "
Ela seolah kehabisan kata, dia tidak berpikir jika laki-laki bermulut pedas itu akan berkata sebanyak ini padanya. Mereka bukan teman sekelas, tidak pernah berbincang atau bertegur sapa dan tiba-tiba saja dia nge-roasting Ela yang notabenya orang asing, sungguh tidak punya etika.
Ela menggerakan tangannya di udara, seolah akan menjambak laki-laki yang baru saja meninggalkannya dengan senyum mengejek yang sangat menjengkelkan di mata Ela.
"Kanapa lo, sawan? " gurau Ayana saat menghampiri Ela.
Ela menghela nafas, menatap kedua temannya yang baru saja datang.
"Tuh, si china butek ..., bisa-bisanya dia ngatain gue anjir, padahal kenal aja enggak." Ela mengeluh dengan menggebu-nggebu.
"China butek? Marko? ...,"
"Lo kira di sekolah kita ada berapa China hah?"
"Bening begitu, dikatain butek," ucap Hera tak setuju.
"Emang dia ngatain lo gimana sih?"
"Si cewe yang tiba-tiba naik daun gara-gara foto aib nya waktu tidur, kemarin-kemarin juga dia ngatain gue aib angkatan kita, emang kurang ajar tuh anak."
Hera menepuk bahu Ela seolah menenangkan sahabatnya, "Marko mau kenalan kali sama lo."
"Hah ..., kenalan apaan begitu, yang ada tuh orang mau ngajak ribut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Earendel
FanfictionEnd. Ela pikir, hidup itu semudah memetik senar gitar, memang mudah jika asal petik, tapi tidak akan meninggalkan kesan yang indah untuk di dengar. Jika ingin permainannya indah, maka harus tahu kunci dasar nya, jika ingin menciptakan sebuah melodi...