Ela dan Venus berjalan beriringan di lorong rumah sakit, sesekali keduanya saling melemparkan pertanyaan agar suasananya tidak canggung.
"Ooh, jadi lo tadi udah sempet sampe sekolah?"
Venus menggeleng, "Gue masih manasin mobil ..., terus bunda yang habis dari warung tiba-tiba bilang kalau Luna sakit, yaudah kita anterin ke rumah sakit."
Ela menganggu paham, " ..., jadi jagain Luna di rumah sakit itu cuma alasan lo buat bolos sekolah'kan?"
"Ya enggak lah ...,"
"Ya terus kenapa lo tetep di rumah sakit padahal udah ada bunda yang jagain Luna?"
"Ela, lo nggak pernah denger ya? ..., kejahatan itu terjadi karena adanya kesempatan. Coba lo bayangin, kalau misal bunda lagi beli makanan atau ke toilet, terus tiba-tiba ada orang jahat yang masuk ke kamar rawat Luna, terus dia ngapa-ngapain Luna, gimana?"
Ela menghentikan langkahnya, rahangnya seolah tidak mau menutup setelah mendengar ucapan Venus tadi. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu dan di pertemukan kembali saat awal masuk SMA, Ela tidak menyangka jika cowo se keren Venus juga bisa menjadi korban sinetron.
"Kayanya lo lebih sakit dari Luna deh, Ven."
Ela menggelengkan kepalanya, kemudian meninggalkan Venus yang tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan sang teman.
____________________________
Suasana canggung menyelimuti dua orang yang tengah berada dalam satu ruangan dengan nuansa sendu, satu orang tengah duduk diatas ranjang rumah sakit sementara satunya lagi duduk di kursi di dekat pasien.
Ela mendesis kecil, kalau tahu suasananya bakal secanggung ini, mending dia ikut Venus cari makan aja tadi. Lagian, nggak biasanya Luna sediam sekarang. Ya walaupun mereka memang tidak dekat satu sama lain, biasanya akan mudah membuka topik obrolan jika keduanya mau saling menanggapi. Sementara sekarang, Luna hanya terdiam menatap keluar jendela, Ela jadi berpikir kalau perempuan itu tidak menyukai kehadirannya.
Ela berdehem mencoba menarik perhatian perempuan dengan rambut berponi itu.
"..., Lo mau buah?, tadi tante Kalina nitip buat lo."
Luna tersenyum kecil, "boleh deh."
Ela meraih sebuah jeruk kemudian mengupasnya dan memberikannya pada Luna. "Btw orang tua lo udah tau soal kondisi lo?"
"Udah, bibi bilang udah ngabarin mama."
Ela mengangguk, kemudian tangannya kembali meraih sebuah apel untuk dirinya sendiri.
"Kira-kira sampe sini jam berapa ortu lo? mereka di luar negri ya?"
Luna mengendikan bahunya santai, "..., besok kali,"
"Lah, Mahen bilang orang tua lo take off sore ...,"
"Aah ...," Luna mengangguk dengan terus memakan buahnya, "iya kah? nggak tau gue ...,"
"Gimana sih, orang tua lo juga ...," gumam Ela pelan.
Luna tertawa, entah apa yang perempuan itu tertawakan, yang jelas tawa itu membuat Ela menghentikan keinginannya untuk melahap sepotong apel yang sudah siap masuk kedalam mulutnya.
"Mereka aja yang orang tua gue nggak tau kalau gue sakit."
Ela mengigit apelnya, suasananya kembali canggung dan Ela kembali merutuki dirinya karena sudah membuat situasi itu. Entah sedang terjadi masalah apa di dalam keluarga Luna hingga perempuan itu berkata seolah orang tuanya tidak peduli dengan keadaan anak mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Earendel
FanfictionEnd. Ela pikir, hidup itu semudah memetik senar gitar, memang mudah jika asal petik, tapi tidak akan meninggalkan kesan yang indah untuk di dengar. Jika ingin permainannya indah, maka harus tahu kunci dasar nya, jika ingin menciptakan sebuah melodi...