Siang hari saat jam istirahat baru saja berbunyi, Ela segera meluncur keluar kelas lebih dulu, meninggalkan Ayana dan Hera yang harus membantu Bu Ina membawa buku ke ruangannya. Tujuannya sekarang adalah mencari Venus yang sejak pagi tidak terlihat keberadaanya.
Niatnya sih, Ela mau traktir Venus makan siang sebagai ucapan terima kasih karena sudah memberinya tumpangan kemarin malem.
Setelah Ela mencari Venus hingga ke kelas pemuda itu tapi tetap tidak menemukannya, Ela memilih mampir ke kantin untuk membeli dua botol air mineral.
Ada sedikit rasa kecewa yang membuat Ela menghela nafas berat. Setelah memandang dua botol air di tangannya, Ela kembali melangkah untuk menuju kelasnya. Padahal hari ini Ela sengaja membawa uang lebih untuk mentraktir Venus, tapi pemuda itu justru tidak menunjukan batang hidungnya. Bahkan, sejak kelas pertamanya hari ini baru dimulai, Ela sudah memikirkan topik pembicaraan apa yang akan dia bicarakan dengan Venus saat mereka makan siang nanti. Haaah ..., memikirkannya membuat Ela malu sendiri.
Namun, seolah takdir melarangnya untuk menyerah, pandangan Ela menangkap sekelompok siswa yang tengah bermain basket di lapangan. Bukankah Venus ikut club basket? Apa mungkin Venus juga ada di sana? Setitik harapan muncul dibenak Ela, apalagi setelah matanya menemukan Joan diantara para siswa yang tengah bermain dilapangan.
Baru beberapa langkah perjalanannya, seseorang justru menghentikan pergerakan Ela dengan memblokade jalan di depannya.
Setelah mundur selangkah, Ela menatap siswa dihadapannya. Tapi bukannya menjawab kebingungan Ela, siswa itu malah menatap Ela dengan pandangan yang ..., bingung juga.
"Kenapa? ...,"
Ela mencoba bertanya, namaun siswa yang berdiri di depannya itu semakin mempertajam pandangannya. Yang membuat Ela merinding adalah saat siswa itu mengambil langkah untuk lebih dekat dengannya, dengan salah satu tangannya yang mengambang di udara.
"LO ...," ucapnya dengan penuh penekanan, " ..., lo temen kerjanya kak Arin'kan ...,"
Ela mengangguk. Ali lantas menegakkan tubuhnya dan melipat tangannya di depan dada, menatap rendah Ela yang masih bingung dengan situasinya.
"Kalau gitu lo pasti tau gue."
"Tau ..., lo yang ditolak pas tahun baru kemaren kan?"
Ali berdecak kesal, emang harus di jelasin ya kalau udah sama-sama tau?.
"Oke ..., gue nggak mau basa-basi. Intinya, gue minta lo buat nggak bilang ke siapa'pun soal kejadian itu."
"Kejadian apa? ...,"
Ali benar-benar ingin mencakar perempuan yang ada di depannya itu. Ini si Ela pura-pura bego apa sengaja bego supaya Ali mengakui ke-ngenesannya waktu itu sih, "Ya kejadian waktu gue conves ke kak Arin tapi ditolak ...,"
"Oooh ..., oke-oke, gue nggak bilang siapa-siapa kok. Ngapain juga gue bilang'kan?"
"Ya siapa tau? Pokoknya kalau ada yang sampai tau kejadian itu ..., lo orang pertama yang gue cari."
Ela mengangguk malas menanggapi ancaman Ali yang terdengar seperti lelucon baginya.
"Lagian ..., kejadiannya kan udah satu bulan yang lalu ya? Kenapa lo baru omongin sekarang?"
"Ya karena ...,"
Belum sempat Ali memberi tahu alsannya pada Ela dua orang siswa laki-laki mengintrupsi kegiatan mereka.
"Heh Ali, anak orak diajakin mojok, gue aduin Venus lo."
"Apaan sih lo?" Sungut Ali setelah melirik Ela di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Earendel
FanfictionEnd. Ela pikir, hidup itu semudah memetik senar gitar, memang mudah jika asal petik, tapi tidak akan meninggalkan kesan yang indah untuk di dengar. Jika ingin permainannya indah, maka harus tahu kunci dasar nya, jika ingin menciptakan sebuah melodi...