"Kemana aja? Nggak liat sekarang udah jam berapa?"
Ela baru akan membuka pintu rumahnya saat dengan tiba-tiba Cakra muncul dan langsung menodong Ela dengan berbagai pertanyaan.
"Lo nggak liat gue pake baju apa?" tanya Ela balik.
Cakra menyandarkan tubuhnya pada pintu, seolah memblokade jalan Ela, agar adiknya itu tidak dapat memasuki rumah mereka.
"Gue minta lo buat nunggu di Sekolah sampe gue jemput, tapi lo nggak ada di sana ..., lo bolos'kan." Tuding Cakra.
"Ela masuk kok Mas, tadi pas pulang sekolah gue ngajak dia pulang bareng karena agak mendung, takutnya lo nggak bisa jemput."
Cakra mengalihkan pandangannya pada remaja laki-laki yang tengah berdiri di samping adiknya, mengangkat alisnya seolah bertanya-tanya siapa pemuda itu.
"Udah? Lo nggak budek'kan?"
Ela menerobos masuk dengan menabrakkan bahunya pada bahu Cakra.
"Aah, lo bocah yang semalem kan?"
Venus mengangguk canggung, rasanya Cakra tidak seperti anak yang dia kenal dulu saat masih di Jogja, sekarang pemuda itu terlihat begitu mengintimidasi dengan senyum di wajahnya.
"Ooh, btw makasih loh, udah mau nganter Lasma pulang sampe sore gini ..., " Cakra menenatap Venus penuh selidik, detik berikutnya wajah ramahnya menghilang dan digantikan dengan wajah datar yang seolah malas untuk melihat Venus lebih lama lagi, " ..., balik gih! bunda lo nyariin."
Belum sempat Venus membalas kalimat Cakra, pintu di depannya sudah lebih dulu tertutup, sudah dipastikan jika itu berarti pengusiran untuk Venus secara tidak langsung.
______________________________
"Setelah gue pergi dari rumah ternyata lo makin menjadi ya?"
Cakra berdiri di ambang pintu, menatap adiknya yang tengah memainkan ponselnya di meja belajar.
"Lo nggak dirumah, makanya lo bisa ngomong gitu."
Cakra mengernyitkan dahinya bingung, langkahnya dia bawa masuk dalam ruangan yang didominasi warna hijau yang begitu mentereng dimata Cakra.
Ela memutar tubuhnya, menghadap sang Kakak yang kini sudah duduk di atas kasur empuk miliknya.
"Lo kenapa nggak pernah kirim uang ke rumah sih, Mas."
"Gue udah pernah kirim, Las ..., tapi setelah itu Bapak sama Ibu ngelarang, katanya bapak masih sanggup buat menghidupi orang rumah ..., kalau gue ngeyel dan terus kirim uang, itu artinya gue ngeremehin bapak sebagai kepala keluarga." Jelas Cakra.
"Ya tapi nyatanya bapak nggak sanggup."
"Nggak sanggup gimana? Lo aja masih bisa sekolah sampe sekarang, itu artinya sanggup, goblok."
"Cak, Lo juga pernah sekolah ..., sekolah itu nggak se-sederhana berangkat-belajar-pulang, ada banyak duit yang harus lo punya buat mencukupi hal-hal diluar belajar."
"Itu karena gengsi lo terlalu tinggi ...,"
"Gengsi matamu ...,"
"Heh gue kasih tau, bolos sama nongkrong itu diluar biaya sekolah, kewajiban bapak ya di sekolah lo itu. Di luar sekolah, itu udah jadi tanggung jawab lo sendiri."
"Nggak usah sok bijak lo njing." Ela kembali fokus pada ponselnya, benarkan dugaannya, percuma cerita ke orang lain, mereka nggak akan pernah ngerti apa yang kita maksudkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Earendel
FanfictionEnd. Ela pikir, hidup itu semudah memetik senar gitar, memang mudah jika asal petik, tapi tidak akan meninggalkan kesan yang indah untuk di dengar. Jika ingin permainannya indah, maka harus tahu kunci dasar nya, jika ingin menciptakan sebuah melodi...