"Ke Jogja?"
Ela menghentikan petikan gitarnya dan menatap penuh tanya pada Susan.
"Iya, lusa ..., bisa kan?" Ucap Susan dengan senangnya.
"Mana bisa Kak, lusa kan gue masih sekolah," jawab Ela.
"Kita ke Jogja sabtu sore, nanti minggu sore kita langsung pulang, biar senin lo langsung bisa sekolah." Jelas Rian.
"Nginep?"
"Semalem doang, kalau nurutin Yohan bisa sampe seminggu kita," timpal Tian.
Ela terdiam beberapa saat, "kayanya gue nggak bakal di izinin deh kak, kalau sampe nginep."
"Lo tenang aja, kita bantu bilang ke bokap lo," Susan meraih tangan Ela untuk menenangkan anak itu.
"Eh, jangan-jangan," panik Ela dengan menahan lengan Susan, "gue coba bilang dulu deh nanti ...," lanjut Ela meyakinkan.
"Yakin bisa nggak, nanti keburu lusa lo belum dapet izin," ucap Yohan.
"Gue usahain." Balas Ela.
"Beneran La ..., ini cara supaya kita bisa lebih dikenal sama orang-orang di luar sana loh,"
Kalimat Tian benar-benar memberatkan bagi Ela, seolah mereka menggantungkan event itu pada anak kecil sepertinya. Ela mungkin akan benar-benar mersa bersalah jika dia tidak dapat pergi ke Jogja lusa nanti.
__________________________________
Ela duduk di salah satu meja di kantin, dengan Hera dan Ayana yang duduk di hadapannya."Ngapain lo ngeliatin kaya gitu," sentak Ayana saat menyadari tingkah Ela, "mau minjem duit?" lanjutnya.
Ela menggeleng dan mulai menyantap makannya dengan malas.
"Gue bingung nih ...," celetuk Ela.
"Kenapa?" Tanya Ayana..
"Telen aja Yan, hp lo." Tegur Hera.
Ya lagian, Ayana makan sambil main hp, di ajak ngobrol juga fokusnya ke hp, gimana Hera nggak greget coba.
Teguran Hera hanya dianggap angin lalu oleh Ayana, perempuan itu masih saja fokus pada ponsel tapi tetap ingin melanjutkan pembicaraan mereka tadi.
"Lo bingung kenapa La?"
Ela menatap Hera yang tengah memperhatikannya, hanya sebentar karena perempuan itu kembali menunduk dan malah mengaduk-aduk makanannya.
"Sebenarnya ada hal yang seharusnya nggak perlu gue ceritain ke-kalian ...,"Ucap Ela.
"Yaudah, kalau gitu nggak usah," sela Ayana.
"Lo bisa diem nggak sih," Hera meraup wajah Ayana dengan kesal.
Ayana memang tidak seharusnya diikut sertakan dalam pembicaraan serius seperti ini, perempuan itu selalu berhasil membuat orang lain merasa kesal dengan celetukannya.
"Apaan sih lo," kesal Ayana.
"Gue udah punya band guys,"
Kalimat Ela berhasil membuat kedua temannya terdiam, memandang bingung pada Ela yang tampak kikuk.
"Lebih tepatnya gabung ..., kalian nggak akan tau juga kalau gue kasih tau apa nama band-nya."
"Ooh, udah bagus itu, masalah terkenal atau nggak itu urusan belakangan, asal kalian serius jalanin band-nya lama-lama juga pasti banyak yang tahu band lo."
Ela hanya mengangguk menanggapi kalimat Hera.
"Jadi, sekarang lo udah nggak kerja di cafe lagi?" Tanya Ayana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Earendel
FanfictionEnd. Ela pikir, hidup itu semudah memetik senar gitar, memang mudah jika asal petik, tapi tidak akan meninggalkan kesan yang indah untuk di dengar. Jika ingin permainannya indah, maka harus tahu kunci dasar nya, jika ingin menciptakan sebuah melodi...