16

6.2K 189 6
                                    

~•~
"Seakan benci, namun peduli. Seakan tak peduli, namun mengawasi. "_Eunola
~•~

Brakk

Tubuh kecil Hana membentur pinggiran ranjang membuat ibu satu anak itu meringis merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

"M-mas.."

"Kau, rupanya sudah berani, ya..." Aska tersenyum sinis.

Dia sangat marah ketika melihat semua barang milik Claudia sudah hancur  karena perbuatan Hana. Aska bahkan tak pernah berfikir jika wanita seperti Hana bisa berlaku seperti ini. Wanita yang biasanya menurut, dan sangat lembut, kini berubah memperlihatkan wujud aslinya. Benar benar membuat Aska muak.

"Lima tahun enam bulan, waw, Hana. Kau bertahan cukup lama dengan pernikahan ini, tapi... Baru kali ini kau menunjukan sifat aslimu?" Ask tersenyum smirk dan berjalan mendekati Hana yang kini mulai berusaha mundur menjauhi dari jangkauan Aska.

Grep

Aska mencengkram dagu Hana dengan kuat membuat istrinya itu meringis kesakitan. Aska tidak peduli, selama ini dia memang tidak pernah peduli pada Hana maupun Kennan.

"Hana, aku membiarkanmu tinggal, itu karena orang tuaku dan karena kau berguna." Aska mengelus pipi Hana dengan lembut namun tatapannya menyorot tajam kerah Hana.

"Dan kini, kau berani menghancurkan barang milik Claudia? DASAR WANITA SIALAN!!"

Plakk

Aska berteriak marah dan menampar kuat pipi Hana. Dia sangat marah karena kelancangan wanita ini dia kehilangan semua kenangan Claudia. Barang-barang kesayangan Claudia dan poto-poto wanita itu, kini sudah tidak ada lagi di rumah ini.

" Wanita jalang sialan. Kau menghancurkan kehidupanku dan kini kau memusnahkan barang-barang milik istriku"

Brak

Aska membenturkan kepala Hana kedinding kamar membuat darah segar menetes kelantai dari belakang kepalanya.

Hana, dia sudah menangis merasakan tubuhnya yang seakan remuk. Kepalanya berdarah, sudut bibirnya robek dan memar di tubuhnya yang belum sempat hilang. Semuanya adalah perbuatan Aska, namun kali ini dia sadar, ini adalah ulah dirinya.

"H-Hana juga istri kamu, mas" lirih Hana sangat pelan.

Rasa sakit di tubuhnya membuat wanita itu bahkan tak sanggup untuk berbicara banyak. Dia sangat tersiksa oleh rasa sakit di tubuhnya.

"Kau? Aku bahkan tak pernah menganggap mu lebih baik  dari jalang di luaran sana" sinis Aska.

Hati Hana semakin teriris, bukan hanya tak di anggap sebagai istri, dia juga bahkan di pandang lebih rendah dari wanita penggoda. Apakah, dirinya benar benar hina di mata Aska?

" P-pernahkah, sekali saja dalam pernikahan ini, mas Aska menganggap Hana, istri? atau, setidaknya pernahkah Mas Aska menghargai Hana sebagai ibu, dari anakmu, Mas?" Hana, mati-matian dia menahan air matanya yang siap keluar lagi. Dalam hati, dia berharap meski satu kali saja, tolong Aska mengatakan iya.

"Aku bahkan tidak pernah menganggap anak sialan itu, menurutmu, apa aku pernah menganggap mu?"

Hana menangis mendengar ucapan Aska. Ternyata, bahkan Aska tidak pernah menganggap putranya sendiri, lalu sekarang apa sebenarnya yang Hana harapkan.

Dia sudah tau ini sejak lama, namun mengapa dia harus bertanya, dan mengapa mendengar lagi hal yang sama tapi rasanya tetaplah menyakitkan untuk Hana .

Aska melihat Hana yang menangis di lantai dengan keadaan yang sudah mengenaskan, tatapannya rumit tak bisa di artikan.

Mengapa hatinya terasa melunak, mengapa melihat keadaan Hana, membuat hatinya berdesir tak karuan. Aska sudah biasa melihat dan menyakiti Hana, namun kenapa hatinya selalu memberontak besar.

"Hana, ingatlah jika kau sudah melewati batas kali ini. Maka, bersiaplah mendapatkan derita yang lebih besar dari ini" ucap Aska lalu lelaki itu berbalik dan  pergi meninggalkan Hana yang masih terduduk di samping ranjang

Sepeninggalan Aska, Hana masih duduk di tempat awal, dia menangis melampiaskan sesak di hatinya. Lagi, dia mendengar perkataan itu. Sudah biasa, namun tetap menyakitkan terutama fakta bahwa putranya tak pernah di anggap ada.

Apakah kebencian sampai menutup mata Aska hingga bahkan tak peduli anak mereka.

***


Aska berdiri di balkon kamarnya, menghisap batang berisi nikotin dengan perasaan gusar. Dia tidak merasa bersalah, namu hatinya selalu terbayang wajah sedih bercampur kekecewaan itu.

Wanita itu, istrinya dan wanita yang pernah mengandung dua kali benihnya. Aska, dia tidak pernah mencintai Hana atau menganggap Kennan anak yang kini berasa di kehidupannya sebagai anaknya, tapi, setiap kali dia menyakiti Hana ataupun Kennan rasanya selalu menyesakkan.

"Tak seharusnya perasaan ini hadir. Mereka memang pantas mendapatkan penderitaan ini" Aska terus memberitahu dirinya sendiri siapa Hana dan bagaimana mereka bisa berada dalam pernikahan sialan ini.

Hana hanyalah, seorang pengganggu, benalu di dalam kehidupan Aska. Wanita itu memang sudah sepantasnya merasakan penderitaan dari dirinya terlebih sesudah menghancurkan semua barang barang yang berhubungan dengan Claudia.

Dan anak itu, Kennan, dia tidak berhak mendapatkan kasih sayang darinya sebab kehadiran anak itu hanya untuk membahagiakan orang tuanya dan hanya hasil dari nafsu semata.

Notifikasi dari ponselnya menyadarkan Aska, lelaki itu melihat pesan yang di kirimkan oleh Gara tangan kanannya yang sudah melakukan apa yang Aska perintahkan.

Aska

[ Kami sudah membersihkan makam dan menaburkan  bunga  di atasnya sesuai perintah dan keinginan Tuan.]

[Lalu, bocah itu?]

[Kami sudah membujuk tuan muda, dan dia kini sudah mulai tenang, Tuan]

Aska memasukan ponselnya kedalam saku celana, menatap lurus pada gelapnya langit malam mengabaikan desiran angin yang menusuk kedalam dirinya.

Dingin malam adalah teman sejati Aska, setiap malam tanpa terlewatkan sekalipun, dia selalu menikmati suasana malam hari, dan ini sudah dia lakukan sejak Hana keguguran dulu, ya, kejadian itu malah membuat Aska menikmati keindahan malam tanpa sadar. Dia tidak tau kenapa hal itu bisa terjadi namun dia juga tidak peduli apa yang menyebabkan dirinya seperti ini.

" Apa kamu melihat kami dari sana? Apa kamu kini hidup bahagia? Pastinya kamu lebih bahagia di sana, kamu lebih bahagia karena tidak harus melihat dan merasakan setiap perbuatan buruk ku. Ya, sebaiknya kamu bahagia saja di sana, jika tidak, mungkin kamu akan lebih terluka seperti adikmu kini"

Aska belum mengalihkan tatapannya dari langit, entahlah, dia hanya ingin mengucapkan itu siapa tau kata katanya sampai pada anaknya yang belum sempat melihat kejamnya dunia. Aska, hanya merasa jika hal itu lebih baik karena dirinya bisa mengungkapkan sedikit kata-kata pada dia yang jelas sudah tiada .

" Tunggu kami, ya, lebih baik kamu tunggu kami dengan tenang sebelum kita berkumpul"

Aska sendiri selalu tidak mengerti dengan apa yang dia ucapkan, setiap perkataanya seolah spontan saja keluar dari dalam mulutnya. Meski kadang seakan bukan dirinya, namun Aska selalu bersikap tidak peduli dan membiarkan saja mulutnya berbicara.

"Jangan marah, aku memang tidak mencintai ibumu atau bahkan peduli padanya. Tapi, aku tidak akan meninggalkan ibumu itu, dan adikmu, dia akan tetap hidup baik meski tanpa kasih sayang dariku"

****

Haiiii

Jadi, menurut kalian, Aska itu gimana sih sebenarnya?

Jan lupa Vote and komen

Please, Love Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang