10

7.4K 189 0
                                    

"Hana sayang, minum obatnya dulu ya, biar kondisi kamu cepat pulih" bujuk Kaila.

Wanita paruh baya itu sudah delapan hari menemani Hana di rumah sakit, kondisi Hana memang mengharuskannya untuk istirahat total dan di rawat di rumah sakit, dan selama dia di rawat, tak sedetikpun Aska menemaninya atau bahkan menemui dan menanyakan keadaan Hana. Lelaki itu tak sedikitpun peduli pada kondisi Hana yang baru saja keguguran.

"Mommy, makasih udah jagain Hana selama tiga hari ini" ucap Hana lembut. Rasanya dia benar benar tak enak pada ibu mertuanya ini, dia sudah sangat merepotkan Kaila dan juga Damian. Kedua mertuanya ini terlalu baik pada hanya yang bahkan masuk kedalam keluarga mereka demi uang pengobatan ibunya serta perusahaan ayahnya, rasanya Hana sangat tidak pantas mendapatkan semua kebaikan ini, dia terlalu malu pada keluarga Marcelo.

"Hana, kamu menantu mommy, putri mommy, jadi jangan merasa kamu orang lain atau merasa mommy keberatan menjaga kamu, sayang. Mommy menyayangi kamu sebagai putri mommy" Kaila mengelus rambut Hana penuh kasih sayang.

"Terimakasih karena mommy sudah menyayangi Hana, padahal Hana gak becus jagain cucu mommy" lirih Hana.

Kaila menggeleng tak setuju. Menurutnya hal ini adalah takdir tuhan, ini ujian untuk mereka, dia yakin jika Hana pasti akan segera mendapatkan penggantinya, dia juga kasihan melihat Hana yang terpuruk karena kehilangan buah hatinya.

"mommy, Hana ingin ketemu sama Ibu" lirih Hana.

Kaila terlihat terkejut namun kemudian menormalkan kembali mimik wajahnya berusaha setenang mungkin di hadapan Hana.

"Kamu belum ketemu ibu kamu, sayang?" tanya Kaila lembut dengan tangan yang sibuk menyuapi Hana dengan makanan rumah sakit .

Hana mengangguk, sudah lama dia tidak menemui ibunya secara langsung, bahkan Kaila memberi tahu Hana tentang kondisi ibunya sudah seminggu yang lalu, dia sangat merindukan ibunya dan juga mengkhawatirkan kondisi ibunya yang belum dia ketahui.

"Iya, kita temui ibu kamu setelah makanan kamu habis ya"

***

"Lo gila, Ka? yaelah, gue tau lo lagi sedih sedihnya, tapi gak kaya gini juga lah, ini tempat usaha gue bukan tempat penampungan gembel" Xavier menatap Askara dengan tatapan jijik.

Bayangkan saja, lelaki itu sudah berhari- hari berada di club miliknya dan dia hanya mandi sayu kali sehari itupun jika tangan kanannya menyeret lelaki itu ke kamar mandi dan memberikan Aska pakaian ganti.
Xavier tau jika dalam hati kecil sahabatnya itu, sangat terluka dengan kepergian anaknya yang di sebabkan oleh dirinya sendiri.

Xavier tau setiap kali Aska menyangkal itu hanya untuk menutupi perasaan dan rasa gengsinya saja. Seperti saat ini, ketika tatapan tajam Aska mengarah pada dirinya.

"Gue gak sedih karena bayi sialan itu." tekan Askara.

Xavier tak mau mengalah, dia menatap Aska dengan tatapan menantang. Jika bukan karena hal ini, lantas apa yang membuat seorang Askara sampai berhari hari tidak mempedulikan dirinya sendiri.

"Yakin lo?"

"Gue gak sedih karena janin Hana, tapi hari kemarin adalah hari peringatan kematian Claudia yang ke dua" ucap Aska dengan tatapan tajam mengarah pada Xavier.

Xavier terdiam bingung, dia tak mengingat hari kematian istri pertama sahabatnya ini karena dia memang tak terlalu dekat dengan Claudia dan juga tidak menyukai Claudia, sama seperti orang tua Askara.

"Lo masih belum bisa lupain dia? setidaknya sekarang sudah ada Hana yang gue yakin lebih segalanya dati Claudia" Xavier berusaha memberikan nasihat pada Aska, mau bagaimanapun dia ingin kehidupan sahabatnya lebih baik dan menjalani kehidupan yang batu tanpa menatap ke masa lalu yang sebenarnya buruk.

" Jangan bandingin dia sama siapapun kerena jelas Claudia pasti jadi pemenangnya" ucap Aska dengan suara serak yang terdengar mulai marah.

Ya, lelaki yang memiliki tempramental tinggi seperti Aska mana bisa di ajak bicara laik baik. Xavier lebih memilih diam dan menikmati minuman miliknya. Dia tak ingin terlalu mengomentari kehidupan Aska karena dia tau jika sahabatnya itu selalu memiliki tingkat gengsi yang tinggi, jadi berbicara apapun gak akan masuk di lelaki itu.

"Hana itu, baik menurut gue. Jangan sampai lo telat menyadari jika Hana lebih baik dari siapapun itu, Ka. Karena penyesalan selalu datang di akhir kejadian. Lo gak akan bisa berbuat apa apa jika nanti Hana sudah mulai lelah dan memilih pergi dari hidup lo"

Aska bangkit dan pergi begitu saja dari tempat  milik Xavier ini. Dia muak mendengar perkataan Xavier yang terus membahas Hana Hana dan Hana, dia tak mau mendengar nama itu di manapun, dia tak mau orang-orang mencampuri urusannya.

Menurut Aska, Hana hanyalah sebuah benalu, benalu yang mengganggu kehidupannya sama seperti wanita di luar sana yang hanya menginginkan posisi dan harta keluarga Aska. Aska juga tau apa yang keluarga Hana dapatkan setelah wanita itu menikah dengan dirinya, Aska bukan orang bodoh yang akan diam saja menerima wanita yang memanfaatkan kekayaannya seperti ini.

Aska mengendarai mobilnya dengan perasaan marah dan kesal, sebelum ini orang tuanya sudah menghubungi Aska berkali kali meminta dirinya untuk datang ke rumah sakit dan memberikan dukungan untuk Hana. Tapi, apa peduli dirinya, dia bahkan tak pernah mengharapkan kesembuhan untuk Hana, justru dengan begini dia tidak akan bertemu wanita itu di rumah nantinya.

Aska memberhentikan mobil miliknya di sebuah tempat pemakaman umum. Aska menarik nafasnya pelan berusaha menahan gejolak di hatinya. Rasanya, lelaki itu belum siap untuk bertemu dengan seseorang yang sudah menyatu dengan tanah di tempat ini, namun hatinya meminta Aska untuk datang dan melepaskan semua yang dia rasakan di tempat ini sekarang juga.

Aska keluar dari dalam mobilnya dan langsung berjalan menuju sebuah pusara yang sangat dia tau siapa di dalam sana. Di tangan kanannya, sebuket bunga lily putih dia bawa untuk seseorang yang sudah mengisi hatinya. Rasanya, ini terlalu mendadak bagi Aska namun tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi setiap orang, bukan.

Aska menatap batu nisan di hadapannya dengan cukup lama sebelum akhirnya bersimpuh dan berdoa untuk ketenangan dia yang kini berada di hadapannya.

"Hai, sayang. Maaf jika baru kesini" Aska berkata lirih sembari meletakan sebuket bunga lily di atas pusara itu.

"Kamu, pergi terlalu cepat bahkan tanpa aku sadari sebelumnya, maaf jika aku belum sempat membahagiakanmu" aska menghela nafasnya berusaha menghalau air mata yang entah mengapa seakan tak bisa di cegah untuk keluar.

"Andai saja, beri waktu untukku bisa membahagiakanmu, walau sebentar saja mungkin aku bisa sedikit tenang. Namun, nyatanya tuhan lebih menyayangimu" Aska mengelus batu nisan di hadapannya dengan lembut penuh perhatian dan kasih sayang.

"Tenanglah di sana, aku akan tetap menyayangimu walau kau tak berada di sampingku. Beristirahatlah dengan tenang, aku akan tetap menyayangimu dari sini"

Please, Love Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang