05 - Sarapan bareng pertama kali.

150 15 6
                                    

“Rumah; cahaya yang memandumu untuk pulang, sebab, ada kehangatan yang membuatmu ingin tetep di sana.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pokoknya, kalo lo lo pada gak nganggep ini rumah sendiri, gue yang bakal minggat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Pokoknya, kalo lo lo pada gak nganggep ini rumah sendiri, gue yang bakal minggat."

Matahari telah terbenam beberapa waktu silam, dan bulan semakin menuju puncaknya.

Ketujuh pemuda kini tengah berkumpul di ruang tengah di rumah salah satu mereka; Nadhir Dhirtaraga.

Ada lebih dari sepuluh kantong plastik besar dan 5 koper yang terdampar di depan pintu rumah yang masih renggang. Isinya barang-barang acak mereka yang masih sempat di selamatkan oleh warga sebelum penggusuran.

Ketika Nadhir minta izin pada orangtuanya, jelas orang tuanya memberikan lampu hijau sangat terang, hampir menyerupai neon.

Diam-diam Papa Radit (ayah Nadhir) tersenyum haru sekaligus bangga sewaktu Nadhir menelpon untuk meminta izinnya. Pangeran kecilnya itu kini tumbuh menjadi lelaki yang memiliki rasa sosial, simpati, dan perhatian yang tinggi.

Selain itu, dia juga senang, karena jikalau rumahnya di tinggali oleh teman-teman Nadhir, otomatis Nadhir akan sering di rumah. Karena meski Nadhir tidak pernah mengeluh, Radit tahu bahwa putera semata wayangnya itu sering merasa kesepian saat ia beserta sang istri jarang sekali menghuni rumah itu.

Miqdad menepuk pundak Nadhir. "Thanks banget buat pertolongan lo, Dhir, kami numpang nginep disini dulu mungkin buat beberapa malem ke depan, sebelum entar cari kosan baru," ucapnya dengan penuh respect.

Nadhir membalas dengan menepuk punggung Miqdad. "Gampang, liat nanti. Mau permanen disini juga ga masalah, biar gue gak keluyuran-keluyuran amat." karena gue benci sendirian dan kesepian. Tentu hanya ia yang mendengar kalimat selanjutnya itu.

Keenan mengangguk menyetujui perkataan Miqdad. "Gue sebenarnya gak enak banget nih, ngerusuh di rumah lo malem-malem, tapi mau nyari tempat dimana lagi di jam segini? Dadakan lagi, gak bakalan nemu kosan kosong pasti."

itu sebabnya mereka mau tak mau menerima penawaran Nadhir saat kebingungan mencari tempat berteduh untuk sementara, meski sebenarnya ada rasa tak enak dan takut merepotkan mengingat mereka berempat belum akrab dengan Nadhir.

After HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang