07 - Sate Malapetaka

116 12 0
                                    

Pukul 01

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul 01.15 dinihari, Maher baru bangun dari ketiduran-nya setelah mengerjakan tugas matkul Tipografi. Isya-an dulu, ia pun memutuskan untuk keluar dari kamar Nadhir dan Didi. Lalu lanjut goleran di atas sofa. Tidak tau kenapa, gabut saja.

Menjadi mahasiswa DKV ibarat kelelawar di malam hari, dan zombie di waktu pagi, setidaknya itu yang kini Maher alami.

Rumah agak sepi malam ini, mungkin karena tadi siang hampir semua dari mereka memiliki jadwal yang padat, hingga masuk kamar lebih awal dari biasanya.

Apa gw karokean aja?

Pikirnya, yang memang mempunyai hobi karokean di jam kunti.

"Gak turu?"

"E BAGONG!!"

Jantung Maher mencapai kecepatan 100 km perjam saat suara itu menyapanya, tubuhnya pun terlonjak hampir tersungkur dari sofa.

Ternyata, ada Yafi di kursi makan dengan lampu temaram dari dapur, lagi memetik alat musik kesukaannya, kecapi.

Tidak, maksudnya gitar.

Menegur Maher tanpa melihat yang di tegur.

"Laper." Maher justru mengadu sembari mengusap perutnya.

"Kebetulan gue lagi gabut, cabut yok?" Yafi menyandarkan gitarnya di sebelah lemari tv, berlanjut mengambil kunci motor punya dia yang sengaja di taruh di laci, berjalan tanpa basa-basi, dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Mata belonya bergulir mengikuti kemana Yafi melangkah. "Serius jam segini mau keluar, Bang?"

"Anak perawan lo?"

Maher terdiam sedetik. Lalu, "GAS LAH!" loncat kegirangan, bergegas menyusul Yafi yang berjalan ke pintu depan.

Ternyata gak gue doang yang kek kelelawar! Pikir Maher.

"Mau kemana lo pada?" tanya Didi yang berlari kecil mengejar mereka, keluar dari kamar Nadhir sambil memegangi perutnya yang melilit.

"Lo gak di ajak."

Wajah Didi berubah masam. "Ah pilih kasih lo, Bang! Maher di ajak kok gue enggak?!"

"Bacot. Mending cebok dulu sana baru boker!" suruh Yafi mengarahkan dagunya ke dalam menuju toilet.

"KEBALIK AS—WOY TUNGGUIN GUEE!!! SIALANN!!! DASAR JIN IPR—AWS!" Karena sudah terlalu di ujung, 2 tangan Didi yang semula di perut kini terbagi ke pantatnya, berlari kesetanan menuju toilet setelah mengunci pintu.

"Emang lo mau kemana, Bang?" tanya Maher setengah teriak saat motor nmax sudah keluar gang, dan selesai menertawakan Didi.

Siap-siap besok pagi tumpukan pakaian akan di berikan Didi untuk Maher, yang bertugas sebagai kang cuci.

"Nyoto."

"Nyate aja lah," bujuk Maher.

"Lo yang bayar." angin semena-mena mengobrak-abrik surainya. Wajah putih pucat tapi bukan karena lagi Anemia khas Yafi itu tak dapat di indahkan, bahwa ia punya daya tariknya tersendiri. Sampai-sampai ada seorang perempuan yang tetap memilihnya meski sudah di jodohkan dengan orang lain. Sekali lagi di jelaskan, Yafi punya daya tariknya tersendiri. Setuju?

After HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang