21 = Kelakuan Geng Didi

66 7 2
                                    

Maaf ya g pake imaginasi pict dulu buat kapter ini, lagi males obak-abik pinterest eheee
Silahkan bayanginnya masing2 ajha😚

Aku doain yg baca ini semoga apa yang lagi di pengenin datang dalam waktu dekat🎀

"Loh, Kak Nadhir? Kok masih disini? Gue kira udah pulang habis yang tadi." Ara terkejut tak cukup nyali untuk menyadari bahwa Nadhir masih disini.

Menunggunya kah?

Jadi menjelang magrib tadi Ara mampir ke jalan Rahayu tepatnya di toko makanan kucing untuk membantu temannya mempromosikan jualan. Oke, jika kalian lupa, Ara punya side job yakni tukang endorse bisnis teman-temannya.

Dan kebetulan sore tadi Ara tak menemukan transportasi dari kampus menuju kesana. Ara sempat nekat berjalan kaki meski ia tau jarak yang di tempuh tidak dekat, tapi, Ara ikhlas kakinya berubah jadi kaki gajah daripada telat pada jam yang di janjikan.

Tuhan memang maha baik, Nadhir yang lagi nambal ban di bengkel melihat Ara seorang diri itu tanpa basa-basi menawarkan untuk mengantarnya. Mau tak mau, Ara menerima.

Sekarang Nadhir menyimpan tangan pada saku celana warna beigenya seraya melangkah gontai menuju Jefuy yang terparkir di bawah pohon mangga punya orang. Angin dingin yang menusuk tulang khas tengah malam itu juga berpatisipasi dalam memecah belahkan mercy hairnya Nadhir. "Gue gak mau di panggil polisi sebagai saksi terakhir semisal ada kasus cewe ilang gara-gara pulang sendirian jam sebelas mal-Akkh!"

Nadhir menghentikan langkahnya seraya meringis saat menerima sengatan listrik yang berasal dari cubitan Ara di lengan.

"Gak boleh ngomong ngasal! Lo doain gue kenapa-napa?!" tatapan seperti bambu runcing itu memblokade dua obsidian milik Nadhir.

Nadhir hela nafas gak dalam dan lanjut jalan dengan santai menyeimbangi dengan mudah langkah pendeknya Ara. "Makanya itu gue gak mau lo masuk koran."

"KAN!" Ara gregetan. Kali ini ia pukul bahu Nadhir.

"Aw! Sakkit anying."

Ara hanya menggulirkan maniknya tak peduli.

Mereka telah sampai di bawah pohon. "Eh tapi, lo dimana nunggunya? Gue gak liat tuh."

"Tuh, gue ngobrol banyak sama imam musholla, sampe beliau nawarin tidur di sana."

Ara mengikut arah pandang Nadhir ke sebelah kiri. Memang ada surau disana, yang saat ini hanya lampu terasnya yang menyala.

"Yaeyalah. Gak mungkin beliau nawarin lo jadi marbot. Gak ada muka soleh-solehnya."

Nadhir menoleh kebelakang saat ia telah duduk di jok depan. "Gitu ya cara makasih sama orang yang udah nungguin lo dari berapa jam yang lalu."

Ara bergedik sembari mengklik helmnya. "Emang yang minta buat lo nungguin, siapa? GuWeh?" ia memberikan raut yang menyebalkan.

"Ya... emang gue yang inisiatif sendiri-"

After HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang