08 = Nadhir : "Gak gratis, Bang."

149 12 9
                                    

"Udahlah, Ra, lo posthink aja, kak Junot pasti ngutus Nirma buat bantuin lo karena usulan Kak Nadhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Udahlah, Ra, lo posthink aja, kak Junot pasti ngutus Nirma buat bantuin lo karena usulan Kak Nadhir. Karena cuma dia kan yang tau waktu itu motor lo mogok? Terus lo kesusahan buat bawa barang danusan ini?"

Rasanya sudah seminggu sejak Ara di Chat Junot bahwa ia mengutus Nirma yang sebenarnya bagian dokumentasi acara untuk membantunya antar jemput ke kampus selama masih ngedanus. Alsa sudah lelah dengan kebingungan Ara yang tak berujung. Gadis itu terus menyangkal bahwa sebab Junot mengutus Nirma dari usulan Nadhir.

Ara duduk di atas keramik koridor kampus seraya menyelonjorkan kakinya, sudah dua jam dia dagang di depan lapangan basket ini. Hasilnya lumayan lah, separu kue dari dalam keranjang yang ia bawa telah dibeli para supporter basket. Ya, memang hari ini lagi ada pertandingan persahabatan antar angkatan anak teknik.

"Nggak mungkin, Sa, orang Kak Nadhir aja benci gue, ajaib banget kalo dia yang ngelakuin itu."

"Ih lo mah, nyangkal mulu perasaan." Alsa melempar cabe rawit dari cibay yang ia beli dari Ara. Tapi bayarnya besok.

"Lah, emang bener kan? Logika aja, Sa, tiap kami ketemu, pernah dia gak jailin gue? Pernah gitu lo liat dia gak ngeganggu gue? Nah,  Apa namanya kalo gak suka dan benci gue coba?" Ara tetap percaya bahwa Nadhir tidak menyukainya berdasarkan semua fakta yang ia rangkum sendiri.

"Tapi kalo beneran benci atau gak suka, gak mungkin dia bantuin lo waktu itu, apalagi bawa-bawa ginian. Ribet tau." Putri bersuara, jarinya menunjuk-nunjuk rada rusuh keranjang-keranjang yang ada di depannya. Ini mereka lagi suka rela temenin Ara menjual kue-kuenya. Berhubung juga kelas sudah berakhir.

"Nah, tuh, dengerin. Terus menurut lo Kak Junot tiba-tiba ngutus Nirma tanpa sebab gitu?!" timbrung Alsa.

Putri meletakkan satu kaki di atas kakinya yang masih berselonjor. "Secara kan sekarang mereka jadi akrab karena tinggal bareng, gak mustahil kalo emang kak Nadhir yang ngasih tau keadaan lo waktu itu, dan akhirnya ngusulin buat di cariin orang buat bantuin lo."

Ara menatap sepatu convers putih miliknya, merenung. Rambut sebahunya itu terbang dengan sopan karena di sapu lembut oleh angin. Apa yang di simpulkan Alsa dan Putri tidak salah sih, tapi tidak juga bisa di benarkan, masih banyak kemungkinan kenapa Kak Junot  mengutus Nirma, mungkin karena Nirma masih nganggur lalu minta tugas tambahan gitu?

Tidak mungkin 'kan Kak Nadhir repot-repot memikirkan nasib Ara?

Mereka saja tidak pernah akur meski tidak juga berantem, tapi, ya, intinya Ara yakin saja, ini cuma kebetulan, dan tidak ada hubungannya dengan Kak Nadhir magadir itu.

"Gue gemes banget anjir sama lo, Ra. Lo denial mulu. Harusnya lo seneng kalo mas crush lo itu—ekhemmm—bisa di bilang perhatian sama lo."

"Terus, terus aja. Gedein lagi suara lo. Biar seluruh planet di tata surya bisa denger," sinis dan sarkas Ara. Alsa mengulum bibirnya, baru sadar akan Ara yang sensi membahas ini.

After HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang