03. Kabar Buruk

60 7 0
                                    

بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

"Allah tidak akan membebani hambaNya melainkan sesuai dengan kesanggupan hambaNya. Dan ingatlah, bahwa sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat."

Maulana Hasyim Fadlurrahman

Suasana ruang guru saat itu lengang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana ruang guru saat itu lengang. Sebagian besar guru sedang mengajar di kelas. Hanya ada beberapa guru yang tinggal di ruang guru karena sedang tidak ada jadwal mengajar. Termasuk Pak Syam yang kini sedang bersama Lana dan Safiya di mejanya.

Setelah menerima proposal dari Safiya, Lana membukanya sekilas hingga ia tiba di halaman yang membuat dirinya cukup terkejut tidak percaya.

"Pak, ini maksudnya?"

"Iya, Lana, kabar buruk,"

"T-tapi, Pak, kenapa?" tanya Lana. Ia merasa apa yang didapatinya saat ini sangat sulit dipercaya.

"Begini, Lana. Ini semua karena menurut ibu kepala ekskul hadroh masih kurang meyakinkan untuk mengikuti lomba tersebut,"

"Maaf sebelumnya, Pak, tapi bagaimana ibu kepala bisa berpikir seperti itu? Padahal kita sendiri tau kalau anggota ekskul hadroh kebanyakan adalah orang-orang yang memang sudah ahli di bidangnya," tambah Safiya sambil sedikit melirik ke arah Lana yang masih menatap tak percaya ke halaman proposal yang dibukanya.

"Iya, Safiya, saya tau itu, kita semua tau kalau Lana dan beberapa anak hadroh lainnya memang sudah ahli di bidang tersebut. Tapi bagaimana dengan ibu kepala? Beliau belum tentu tau," jawab Pak Syam. Safiya menunduk mengangguk, membenarkan ucapan Pak Syam.

"Saya rasa kita harus memperjuangan ini, Pak Syam. Jangan sampai potensi siswa kita terhambat," sambung orang lain tiba-tiba. Pak Sastro. Membuat semua mata saat itu tertoleh ke sumber suara.

"Pak Sastro?"

"Saya mendukung penuh ekskul hadroh untuk mengikuti festival lomba tersebut, Pak. Saya akan bantu mencari cara untuk meyakinkan ibu kepala,"

"Tapi bagaimana caranya, Pak?" tanya Pak Syam.

"Serahkan saja pada saya,"

•••

Setelah urusannya bersama Pak Syam selesai, Lana segera kembali ke kelasnya. Sepanjang berjalan di koridor, Lana terus memikirkan cara agar tim hadroh sekolahnya bisa maju mengikuti lomba.

"Na, lo kenapa? Muka lo kayak yang lagi ruwet banget," tanya Iqbal yang tiba-tiba muncul di persimpangan koridor.

"Astaghfirullah, kaget saya, Bal. Salam dulu kenapa?"

"Hehehe, maap, Na. Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam. Kamu ngapain di sini, Bal? Enggak pelajaran?"

Darbuka CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang