بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
"Kata orang rumah dan keluarga adalah tempat terbaik untuk pulang. Tetapi kenapa rumah dan keluargaku berbeda?"
Iqbal Adzriel Mahardika
4 tahun yang lalu
"T-tapi, Mas, gimana dengan Iqbal?" seorang wanita paruh baya berucap dengan intonasi suara bergetar karena tangisan yang membuatnya merasakan sesak.
"Terserah kamu, Ras! Mau kamu bawa dia ke kampung atau mau kamu taruh di panti saya enggak peduli!" bentak seorang lelaki.
Iqbal yang di siang hari itu baru saja sampai di rumahnya setelah kembali dari sekolah tersentak. Mendengar suara keributan dari arah kamar ayah dan ibunya. Terlebih namanya turut disebut-sebut dalam perdebatan yang terjadi antara kedua orang tuanya itu.
Kata orang rumah dan keluarga adalah tempat terbaik untuk pulang. Tetapi kenapa rumah dan keluargaku berbeda?
"Yang pasti, Ras, mulai besok pagi kamu dan Iqbal sudah harus meninggalkan rumah ini!" bentak Pak Tirto, ayah Iqbal.
Tak lagi terdengar suara balasan dari pihak wanita. Bu Laras, ibu Iqbal, tak lagi sanggup menanggapi perkataan suaminya.
Dalam kondisi sudah tidak bisa menahan air mata, Iqbal yang saat itu masih berdiri di ambang pintu pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah dibuat terkejut dengan pintu kamar orang tuanya yang tiba-tiba dibuka dengan kasar.
Didapati olehnya seorang lelaki paruh baya berbadan kekar berdiri diam di depan pintu menatap ke arahnya. Sontak Iqbal mengalihkan tatapannya dan menunduk takut menghadapi sang ayah. Terdengar suara langkah mendekat, Iqbal yang mengira akan mendapat perlakuan kasar justru malah mendapatkan sentuhan cukup hangat dari ayahnya. Ditepuknya sekilas pundak Iqbal tanpa mengucap sepatah kata apapun kemudian ditinggal pergi begitu saja.
Setelah terdengar suara laju mobil milik Pak Tirto menjauh, Bu Laras akhirnya bangkit dan beranjak keluar kamar. Melihat putranya berdiri dengan derai air mata di wajahnya membuat Bu Laras reflek berlari mendekati Iqbal dan sepersekian detik kemudian tubuh seorang anak laki-laki usia 14 tahun terhambur dalam pelukan sang ibu.
Tak ada sepatah katapun keluar dari lisan sang ibu. Iqbal juga sama bisunya, tak berani atau mungkin lebih tepatnya tak sanggup ia mengucapkan kata bahkan untuk sekedar memberi penguat bagi sang ibu.
•••
Malam hari tiba, hingga larut Pak Tirto tak juga kunjung kembali ke rumah. Iqbal menunggu ayahnya pulang dengan perasaan harap-harap cemas. Banyak sekali pertanyaan yang ingin ia dapatkan jawabannya dari sang ayah. Bu Laras yang masih dalam kondisi berusaha untuk menguatkan diri demi putranya itu pun menatap iba hingga akhirnya ia mengajak Iqbal untuk tidur. Tak banyak menanggapi, Iqbal langsung patuh pada sang ibu dan ikut masuk ke dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darbuka Cinta
Aléatoire[ꜰᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴜʟᴜ ꜱᴇʙᴇʟᴜᴍ ʙᴀᴄᴀ🦋] Maulana Hasyim Fadlurrahman, seorang laki-laki sederhana yang tengah berjuang mengusahakan bahagia sang ibu. Namun, tiba-tiba rasa kagum pada seorang perempuan menyeruak dari dalam hatinya. Tak ingin usahanya untuk memba...